Sabtu, Juni 20, 2009

Dugaan Korupsi Pengadaan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga Kabupaten Bone Sebesar Rp. 7 milyar.

Kejati Sulawesi Selatan menetapkan dua tersangka yaitu mantan Kepala Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Kabupaten Bone, A.Supriadi Mappa dan Rekanan Pembuat KTP & KK, Direktur PT. Tri Ayu Lestari, Samsuddin.

Makassar, 20 Juni 2009, Losari News Network -- Pengadaan Jasa Pembuatan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga oleh Rekanan Pihak Swasta di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bone ternyata menuai masaalah dan ada indikasi korupsi sebesar Rp. 7 milyar, serta diduga menyalahi prosedur yang diatur dalam Keppres No. 80 tahun 2003.
Dalam kasus dugaan korupsi itu, oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan telah ditetapkan dua orang sebagai tersangka.

"Tersangka kasus Capil Bone sudah dua orang masing-masing Mantan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Bone tahun 2007 dan Direktur PT Tri Ayu Lestari, S sebagai rekanan," kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sulsel, Godang Riady di Makassar

Menurut dia, unsur melawan hukum pada pengadaan KTP dan Kartu Keluarga tersebut dengan penunjukan langsung PT Tri Ayu Lestari sebagai rekanan. Selain itu honor atas kepala desa maupun kepala dusun diberikan langsung tanpa melalui kas daerah.

Modus korupsi Capil Bone dilakukan dengan cara "mengefisienkan" anggaran dengan langsung membuat kartu tanda penduduk tanpa membuat Kartu Keluarga.

Kejati Sulsel juga sudah melayangkan surat panggilan pemeriksaan atas pihak-pihak yang berkaitan dengan pengadaan KTP dan KK Bone.

Ketika ditanya, Godang tidak menampik kemungkinan penambahan jumlah tersangka.
Asisten Intelijen Andi Abdul Karim didampingi Kasi Ekonomi dan Keuangan Muhammad Noor HK dan Tim Lidik Syamsul Kasim, mengatakan sesuai audit BPKP Sulsel, jumlah kerugian pemerintah daerah dalam kasus itu sebesar Rp 1,5 miliar. Proyek ini dilaksanakan pada 2007.

Jumlah uang diterima rekanan dari masyarakat sebesar Rp 7 miliar lebih. Sementara yang disetor ke kas pemerintah daerah hanya Rp 1,5 miliar.

"Mestinya, rekanan ini menyetor ke kas pemerintah daerah Rp 3 miliar. Sisanya yang Rp 4 miliar itu memang sudah hak rekanan. Tapi ternyata yang disetor ke kas daerah cuma Rp 1,5 miliar. Jadi total yang diambil rekanan Rp 5,5 miliar," jelas Karim

Kejanggalan lain, rekanan PT. Tri Ayu Lestari tersebut tidak tidak masuk dalam daftar perusahaan resmi sesuai Permendagri Nomor 4470 Tahun 2005 tentang penetapan perusahaan percetakan KTP dan KK. Rekanan itu hanya bekerjasama dengan PT Sumber Cakung yang ada di Jakarta. Sebagaimana diketahui bahwa PT. Sumber Cakung adalah perusahaan yang resmi dan sah sebagai perusahaan percetakan Kartu Tanda Penduduk (KTP dan kartu Keluarga (KK), jadi ada dugaan bahwa PT. Tri Ayu Lestari hanya meminjam pakai atau hanya memanipulasi data PT. Sumber Cakung untuk mendapatkan pekerjaan tersebut.

PT Ayu Lestari ditengarai terjun langsung ke masyarakat menawarkan pembuatan KTP dan KK. Untuk KTP, harga yang dikenakan Rp 20 ribu dan untuk KK Rp 10 ribu.Uang yang terkumpul sebanyak 7 miliar.

Hasil perhitungan BPKP menyimpulkan terjadi selisih kemahalan harga.

Sejatinya, yang harus disetor ke kas daerah adalah Rp 3 M.Namun, yang baru dibayarkan Rp 1,5 miliar, sisanya disimpulkan sebagai kerugian negara.
Menurut Andi Abdul Karim, dalam penyelidikan kasus tersebut, jaksa menggunakan data pembanding dari Pemkot Makassar. ''Kasus ini masih terus dikembangkan,'' tegas Abdul Karim.

Karim menegaskan jumlah tersangka dalam kasus ini masih akan bertambah. Sejumlah oknum aparat seperti 25 kepala desa/ lurah dan lima orang camat, instansi lainnya yang sudah pernah dijadikan saksi berpeluang jadi tersangka.

"Jumlah tersangka masih berpeluang bertambah. Tergantung pada hasil pemeriksaan lanjutan nantinya," tegas Karim. Bukan hanya itu, Karim juga menargetkan kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Pasar Bengo dan Duaboccoe untuk diekspose dalam waktu dekat.

Kejati Bidik Pejabat Catatan Sipil Kabupaten Bone Sebagai Bakal Tersangka Baru

Tim lidik intelejen Kejati Sulselbar, menelusuri dugaan keterlibatan sejumlah pejabat di Kabupaten Bone, terkait dugaan korupsi pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).

Bidikan pertama, diarahkan ke Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan yang sebelumnya masih berstatus sebagai Kantor Catatan Sipil. Asisten Intelejen Kejati Sulselbar, Andi Abdul Karim diwakili Kasi Ekonomi dan Keuangan,Noor HK menjelaskan,bisa jadi pejabat dinas terkait bakal terseret dan ikut bertanggungjawab dalam proyek ini.Namun untuk memastikannya, masih ada sejumlah data yang harus didalami.

Noor mengatakan,penelusuran terhadap pihak - pihak yang bertanggungjawab dalam proyek ini, tidak terlalu sulit.Pasalnya,hasil audit dugaan kerugian negara,sudah diterima dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulsel. ”Hasil audit kerugian negara, sudah kami terima dari BPKP beberapa waktu lalu. Sekarang sampai pada penelusuran orang-orang yang harus bertanggungjawab dalam proyek ini,” jelasnya.

Mengenai nilai pasti temuan BPKP,dia enggan menjelaskan.Diperkirakan, besarnya kerugian negara hampir Rp1 miliar lebih.”Namun jumlah pastinya saya tidak ingat. Dan laporannya sudah kami terima beberapa waktu lalu dari BPKP,” kata mantan Kasi Pidsus Kejari Sidrap ini.

Sementara itu, Kepala Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan, Andi Makmur mengaku,tidak tahu menahu soal proyek pembuatan KTP dan KK. Karena saat itu, dia menjabat sebagai Kadis dan yang menjabat adalah Supriadi A. Mappa sebagai kepala Kantor. ”Tidak ada hubungannya dengan saya proyek ini.Karena saat itu saya belum menjabat sebagai Kadis,”jelasnya.

Dugaan korupsi pembuatan KTP dan KK bisa bermasalah, lantaran lantaran ada sejumlah warga yang sudah menerima KTP,namun belum memiliki KK. Fakta ini cukup mengherankan, karena KTP dan KK satu paket.Sedangkan Biaya yang dipungut pihak ke tigapun kepada masyarakat, sudah beres.

Dari situlah diduga ada aroma kongkalinglikong dalam proyek ini. Pembuatan KTP dan KK, adalah proyek yang ditenderkan Pemerintah Kabupaten Bone ke pada pihak ketiga yakni PT.Tri Ayu Lestari.
Dari kesepakatan awal, Pemkab bakal menerima Rp900 juta lebih sesuai dengan target Pendapatn Asli Daerah (PAD).

Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, kemarin Jumat (19/6), memeriksa lima pejabat Pemerintah Kabupaten Bone. Pemeriksaan kelima pejabat berlangsung hampir lima jam.

"Sudah, baru saja selesai diperiksa," terang Kepala Seksi Humas Kejati Sulsel Irsan Djafar.
Irsan mengonfirmasikan, kelima pejabat yang diperiksa masing-masing Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Drs A Makmur, Kepala Seksi Kematian dan Kelahiran Capil Hj Sitti, Bendahara St Asia, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Amir Daus dan Kepala Bidang Pendudukan Drs Suherman.


"Mereka masih berstatus saksi. Diambil keterangannya karena dianggap sebagai stakeholder yang terkait dengan pengadaan KTP," papar Irsan.

Menurutnya, pemeriksaan terhadap lima saksi terkait proses pengadaan dan pembuatan KTP yang dilakukan PT Ayu Lestari. Mereka diperiksa selama lima jam oleh jaksa penyidik.
Irsan menambahkan, pemeriksaan para saksi masih terus bergulir. Hanya saja, ia belum bersedia membeberkan siapa saja pejabat Pemkab Bone berikutnya yang akan dipanggil untuk dimintai keterangan.

Terpisah Asisten Intelijen Kejati Sulselbar, Andi Abdul Karim mengatakan tidak ada alasan kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-KK senilai Rp7 miliar itu dihentikan. Semua yang terkait dalam kasus tersebut dipastikan dipanggil untuk dimintai keterangan.

Bupati Bone HAM Idris Galigo Dukung Kejaksaan Tinggi Sul Sel Mengusut Dugaan Korupsi Retribusi Pembuatan KTP dan KK

Bupati Bone HAM Idris Galigo mendukung langkah Kejaksaan Tinggi Sulsel memeriksa sejumlah camat, lurah dan kepala desa di Kabupaten Bone, terkait pengusutan dugaan korupsi retribusi pengadaan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK).

Bupati Bone,Idris Galigo menegaskan, dirinya tidak akan menghalang-halangi pemeriksaan, dan meminta para camat lurah agar kooperatif pada proses hukum.
"Silahkan kalau pihak kejati memang sudah mulai pengusutannnya.

Sebab dalam kasus itu memang banyak kejanggalan. Utamanya kejanggalan dalam hal penggunaan dana.

Jadi kalau ada 30 kepala desa dan 6 camat akan diperiksa terkait kasus itu, silakan. Dan saya rasa itu lebih baik," kata Idris

Dia menggambarkan beberapa item yang menjadi persoalan dalam pengadaan KTP. Diantaranya, harusnya waktu itu, honor kepala dusun, kepala desa dan camat, tidak boleh diberikan langsung. Seharusnya disetor dulu dananya ke kas daerah, nanti setelah itu diserahkan kepada mereka yang berhak sesuai ketentuan yang sudah disepakati.
Karena dana itu dipotong langsung, maka terlihat ada kekurangan dalam pemasukan daerah dalam sektor KTP di APBD.

Bukan hanya itu, semua anggota tim yang masuk sebagai panitia ketika pengadaan KTP berlangsung, tidak ada satupun yang diberikan Intensif. "Termasuk saya juga tidak dapat," tambah Idris

Disela-sela penjelasannya, Idris menyebut nama A Supriadi Mappa, yang dianggap mengetahui betul kasus ini. Supriadi tahun 2007 lalu masih menjabat Kepala Kantor Catatan Sipil Bone."Ini semua ulahnya Supriadi, kepala kantor Catatan Sipil yang lama. Dan dari dulu saya memang selalu ingatkan itu," sesal Idris.

Dalam kesempatan yang sama Drs Andi Makmur, Kepala Kantor Catatan Sipil Bone mengatakan, dirinya hanya tahu ada masalah pada instansi yang dipimpinnya . Hanya saja apa dan bagaimana, dia mengaku tidak tahu.

"Saya tahu ada persoalan di kantor ini dalam hal KTP. Tapi apa dan bagaimana persoalannya, saya tidak tahu. Saya ini pejabat baru. Kalau mau tahu, silakan tanya pejabat lama," kata Makmur.

Dugaan Korupsi Masjid Agung Bone dan Pasar Sentral Bone Juga Sementara dalam penyidikan

Selain kasus KTP dan KK, belakangan ini, Kejati juga menangani dugaan korupsi dalam pembangunan Masjid Agung, Pasar Sentral, dan lainnya. Anggaran pembangunan Pasar Sentral Bengo dan Dua Boccoe mencapai Rp7 miliar lebih.
Khusus kasus Pasar Sentral, pihak intelijen Kejati Sulselbar juga telah memanggil Kepala Dinas Perdagangan dan Industri (Kadisperindag) Pemkab Bone, Sultan Pawi untuk dimintai keterangan.

Langkah Kejati itu memunculkan banyak dukungan, baik mahasiswa maupun tokoh masyarakat asal Kabupaten Bone. Demikian pula LSM dan praktisi hukum, terutama pengacara, juga mengimbau Kejati tidak kompromi dengan kasus dugaan korupsi yang ditengarai melibatkan beberapa oknum pejabat tersebut. (ARF – Losari News Network)