Diperiksa KPK Ditemukan Indikasi Markup Harga Dalam Proyek Pengadaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu Tahun Anggaran 2005 dan Menimbulkan Kerugian Negara Sebesar Rp. 16,07 Milyar

Jakarta 17 April 2009, Losari News Network – Setelah perusahaan Badan Usaha Milik Negara PT. Kimia Farma terseret kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan “Rontgen” (X-Ray) di Departemen Kesehatan RI, yang sementara dalam penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dimana menurut juru bicara KPK Johan Budi tindak lanjut dari penyidikan, KPK telah melakukan penggeledahan terakhir kantor PT. Kimia Farma dilakukan KPK pada hari Rabu, tanggal 15 April 2009, masing-masing dilakukan kantor rekanan Depkes PT Kimia Farma Trading di Jalan Matraman Raya (Jakpus), Jalan Duren Sawit (Jaktim), dan Jalan Majapahit (Jakpus), serta rumah milik mantan Direktur Utama PT Kimia Farma Trading Gunawan Pranoto di Jalan Senopati, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Saat ini Gunawan Pranoto bersama Direktur PT. Rifa Jaya Mandiri, Rinaldi Yusuf dan Setjen Depkes, Mardiono, telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan menyusul ditemukannya kerugian negara sebesar Rp. 71 milyar.
Kini satu lagi perusahaan BUMN yang menjadi target sasaran tembak KPK, yaitu PT. Indofarma, tekait dugaan korupsi Proyek Pengadaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) tahun anggaran 2005, dan ditemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp. 16,07 milyar.
Oleh karenanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai memeriksa laporan kasus dugaan korupsi pengadaan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) di Departemen Kesehatan (Depkes) RI yang terjadi tahun 2005,yang diduga akan menyeret sejumlah nama pejabat negara termasuk mentri kesehatan St. Fadillah Supari.
Dalam kasus dugaan korupsi MP-ASI telah ditemukan ada indikasi keterlibatan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Indofarma sebagai salah satu rekanan Departemen Kesehatan RI pada proyek pengadaan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) di DepKes RI.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Johan Budi saat dikonfirmasi Losari News Network di Jakarta, mengatakan, kasusdugaan korupsi ini dilaporkan Indonesian Corruption Watch (ICW) awal pekan lalu itu, tetap menjadi prioritas dan akan terus dibahas, dan selanjutnya dibawa ke tingkat penyelidikan. "Kasusnya (MP-ASI) masih kami telaah," ujar Johan Budi.
Dalam laporannya ICW menemukan adanya indikasi penentuan harga yang terlalu mahal, indikasi persekongkolan, dan konflik kepentingan. Program MP-ASI yang diberikan Depkes kepada anak-anak berupa bubur bayi dan biskuit dengan anggaran sebesar Rp 85 miliar.
Untuk pengadaan biskuit, menghabiskan anggaran Rp 57,85 miliar, sedangkan untuk pengadaan bubur sebesar Rp 26,9 miliar. Setelah mengalami tiga kali kegagalan tender, akhirnya ditunjuklah dua perusahaan, yakni PT Gizindo Prima Nusantara sebagai lead firm dan PT Indofarma sebagai rekan kerjanya.
ICW menemukan adanya indikasi penyimpangan dalam pengadaan tersebut. Pertama, dugaan persekongkolan dalam negosiasi harga. Kedua, penentuan harga prakiraan sebesar Rp 23.000 per kilogram, sangat tinggi dibandingkan harga pasar yang hanya sebesar Rp 18.000 per kilogram.
Dalam berita acara, negosiasi harga dan klarifikasi pengadaan MP-ASI tahun 2005, ditetapkan pengadaan biskuit sebanyak 2,47 juta kg dengan nilai Rp 57,9 miliar dan bubur sebanyak 1,46 juta kg dengan nilai Rp 26,9 miliar.
ICW melihat harga barang dalam kontrak tersebut lebih mahal daripada harga pembanding yang beredar di pasaran. Harga pasaran bubur yang hanya Rp 12.238 per kg dibuat menjadi Rp 14.563 per kg dalam kontrak. Sedangkan, harga pasaran biskuit sebesar Rp 18.238 per kg dinaikkan oleh konsorsium menjadi Rp 23.495 per kg di dalam kontrak.
Keuntungan Besar Rekanan Diduga Menimbulkan Kerugian Negara Rp. 16,07 Milyar
Keuntungan rekanan diprediksi sangat besar, karena biskuit yang diadakan sebanyak 2.400 ton dan bubur sebanyak 1.600 ton. Sehingga, selisih dari penentuan harga itu terindikasi telah merugikan negara sebesar Rp 16,07 miliar.
Peneliti ICW, Febri Hendri, mengatakan, setelah melakukan serangkaian investigasi, selain akan terus memonitor kemajuan kasus ini di KPK, pihaknya juga kemungkinan mengkaji kemungkinan akan membawa persoalan ini ke Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). "Kami melihat adanya indikasi monopoli dalam pengadaan barang dalam kasus ini," katanya.
Temuan dan tindak lanjut pemeriksaan KPK berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), tentang dugaan korupsi program pengadaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (ASI) di Departemen Kesehatan (Depkes) yang diduga merugikan negara sebesar Rp16,07 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Koordinator Divisi Investigasi ICW, Agus Sunaryanto, mengatakan program tersebut berlangsung sejak 2004 sampai 2007. Sedangkan dugaan korupsi proyek tersebut terjadi pada 2005. "Kami menemukan ada indikasi penentuan harga yang terlalu mahal, indikasi persekongkolan, dan konflik kepentingan," kata Agus.
Berdasar data ICW, nilai program makanan pendamping ASI dalam bentuk bubur bayi dan biskuit itu adalah Rp85 miliar. Proyek itu dijalankan oleh konsorsium, yang terdiri dari PT Gizindo Primanusantara dan PT Indofarma.
Dalam berita acara negosiasi harga dan klarifikasi pengadaan makanan pendamping ASI tahun 2005, ditetapkan pengadaan biskuit sebanyak 2,47 juta kg dengan nilai Rp57,9 miliar dan bubur sebanyak 1,46 juta kg dengan nilai Rp26,9 miliar.
Anggota Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Ratna Kusuma mengatakan, harga barang dalam kontrak tersebut lebih mahal daripada harga pembanding yang beredar di pasaran.
Ratna merinci, perbedaan harga tersebut cukup signifikan. Harga pasaran bubur yang hanya Rp12.238 per kg dibuat menjadi Rp14.563 per kg dalam kontrak. Sedangkan harga pasaran biskuit sebesar Rp18.238 per kg dinaikkan oleh konsorsium menjadi Rp23.495 per kg di dalam kontrak.
"Selisih dari penentuan harga itu telah merugikan negara Rp16,07 miliar," kata Ratna.
Nama-nama pejabat yang diduga terlibat dan jadi target untuk diperiksa KPK
1.Mentri Kesehatan RI, Siti Fadillah Supari
2.Prof. Azrul Azwar
3.Dr. Rachmi Utoro, saat itu menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen
4.Ir. Tatang.S. Falah, saat itu menjabat sebagai Ketua Paniti Pengadaan,
5.Ir. Mursalim, saat itu menjabat sebagai sekretaris panitia pengadaan
6.Suparno AMD, saat itu menjabat sebagai anggota panitia pengadaan
7.Hudawarahma, saat itu menjabat sebagai anggota panitia pengadaan
8.Lisnartina, saat itu menjabat sebagai anggota panitia pengadaan
9.Andy Setiadi, direktur PT. Gizindo Prima Nusantara
10.M. Dany Pratomo, direktur utama PT. Indofarma
11.Anung Mahatma, direktur umum PT. Indofarma
12.Steven Tan, saat itu menjabat sebagai General Manager, PT. Danone Biscuit Indonesia
Sementara itu, anggota Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri menegaskan, proyek di Depkes tersebut tidak terlepas dari persekongkolan dan konflik kepentingan.
Persekongkolan itu dapat dilihat dari keikutsertaan perusahaan yang sudah sering menangani proyek di Depkes.
Sedangkan konflik kepentingan dapat dilihat dari adanya pejabat di Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Depkes yang merangkap jabatan sebagai Komisaris Utama PT Indofarma, rekanan dalam proyek tersebut yang juga terafiliasi dengan PT Indofood.
Adapun pejabat yang dimaksud adalah Prof. Azrul Azwar, yang saat itu menjabat sebagai Dirjen Binkesmas tahun 2005 dan menjabat juga sebagai komisaris utama PT. Indofarma.
Febri menilai program makanan pendamping ASI adalah proyek bagi kepentingan rakyat kecil. Untuk itu, KPK harus mengutamakan penanganan kasus tersebut. "Kita mendesak KPK untuk segera menuntaskan kasus ini," kata Febri tuntas. ANTI KORUPSI GANTUNG KORUPTOR (SAV – Losari News Network)





