Kamis, April 02, 2009

Indikasi Konspirasi Bahar Ngitung dan Basmin Mattayang Dalam Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Mesjid Raya Belopa Kabupaten Luwu


Makassar, 2 April 2009 ,Losari News Network -- Jumlah tersangka kasus korupsi pembangunan Mesjid Raya Belopa, Kabupaten Luwu, bertambah lagi. Hingga kemarin, total jumlah tersangka kasus yang ditaksir merugikan keuangan negara kurang lebih Rp 3,4 miliar itu menjadi lima orang.
Tersangka yang baru diumumkan statusnya itu adalah mantan Kepala Cabang PT Pulenan Nusantara,Saifuddin Nisap.

Empat tersangka lainnya, yaitu Direktur PT Rahmad Baitullah-Bahar Ngitung, Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Tarkim) Pemkab Luwu-Wahiddin Kaluku, mantan Kadis Tarkim Luwu-Karim Jabar yang kini Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Palopo, dan Direktur PT Karya Perdana Baru -Halim lebih awal diumumkan Kejati Sulsel ke pers sebagai tersangka.

Asisten Intelejen Kejati Sulselbar yang memimpin penyelidikan kasus tersebut Andi Abdul Karim mengatakan hal itu saat ditemui Losari News Network di kejati, Rabu kemarin, 1 April 2009,. "Kasus ini sudah kami limpahkan ke tahap penyidikan," katanya.

Kasus ini mulai disidik kejati sejak awal Januari lalu. Menyusul penetapan tersangka tersebut, tim penyidik kejati akan memanggil ulang para tersangka kasus tersebut. Termasuk orang-orang yang mengetahui dan terlibat dalam proyek tersebut.

Pada kasus tersebut, Bahar Ngitung, yang merupakan ketua KADIN Kota Makassar, diketahui ikut mengerjakan beberapa bagian dalam poyek pembangunan masjid bermasalah itu. Dikatakan bermasalah karena pengerjaannya diketahui ada kekurangan volume pekerjaan serta adanya dugaan mark-up. Pengerjaan proyek ini berlangsung sejak 2006 lalu hingga 2008.
Calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)-RI asal Sulawesi Selatan, Bahar Ngitung telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Mesjid Raya Belopa, Sulsel senilai Rp3,8 miliar. Kejaksaan Tinggi Sulsel dan Sulbar menetapkan Bahar Ngitung karena kapasitasnya selaku Direktur CV Rahmat Baitullah. Perusahaan ini bertindak selaku kontraktor pembangunan Masjid di tahun 2006 yang mengelola anggaran Rp21 miliar.
"Modusnya mulai dari mark-up anggaran, pengurangan volume pekerjaan hingga pekerjaaan tidak sesuai bestek," kata Asisten Intelijen Kejati Sulselbar, Andi Abdul Karim saat gelar perkara (ekspose) yang lalu dan dihadiri langsung Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulselbar, H Mahfud Mannan, Para Asisten dan Jaksa Fungsional di Ruang Tudang Sipulung.

"Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru, hingga 10 tersangka," ungkapnya. Kepala Seksi Ekonomi Intelijen Sulselbar, M Noor HK dalam kesempatan sama menjelaskan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulsel menemukan adanya kerugian negara untuk tahun 2006-2007 sebesar Rp2,46 miliar sedangkan di tahun 2007-2008 Rp1,1 miliar. "Jadi totalnya sekitar Rp3,8 miliar," ujar Noor yang juga Ketua Tim Penyelidikan kasus ini. Total anggaran pembangunan Masjid Raya Belopa, Kabupaten Luwu, Sulsel dilaporkan senilai Rp36 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Luwu.

Berdasarkan hasil audit investigasi data dan lapangan BPKP, pembangunan Masjid Raya Belopa dilakukan secara bertahap. Tahap pertama pada 2006, dikerjakan PT Rahmat Baitullah. Kemudian pada 2007, dilanjutkan PT Karya Perdana Baru. Pembangunan Masjid Raya Belopa, Kabupaten Luwu, diduga sarat dengan indikasi penyimpangan dan mark-up. Dalam APBD Luwu 2006 lalu sebesar Rp21 miliar, pada 2007 kembali dianggarkan dana Rp15 miliar maka total anggaran menjadi Rp36 miliar karena proyek ini tidak berjalan mulus. Akan tetapi, anggaran bertambah, sedangkan volume bangunan justru berkurang dari bestek.

Dugaan penyimpangan tersebut juga diperkuat dengan hasil audit BPKP Perwakilan Sulsel yang mencatat adanya unsur kerugian negara sebesar Rp 2,4 miliar untuk tahun anggaran 2006 hingga 2007. Kemudian tahun 2008, audit BPKP kembali menemukan unsur kerugian yang mencapai Rp 1,4 miliar, total kerugian negara Rp 3,8 miliar.
Dari data temuan yang dimiliki BPKP diketahui kalau proyek di era kepemimpinan Bupati Luwu Basmin Mattayang itu diketahui proyek pembangunan Mesjid Raya Belopa Kabupaten Luwu tidak melalui proses tender terbuka sebagaiman yang diamanahkan dalam Keppres No. 80 tahun 2003, melainkan penunjukkan langsung oleh Bupati Luwu saat itu, kepada kontraktornya, yaitu perusahaan milik Bahar Ngitung.

Konspirasi Bahar Ngitung dan Basmin Mattayang Sudah Lama Terjadi

Umum diketahui bahwa Bahar Ngitung, yang juga merupakan tim sukses pasangan SAYANG (Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Nu’mang) dalam pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan tahun lalu, adalah merupakan anak emas Basmin Mattayang, saat masih menjabat sebagai Bupati Luwu dalam pelaksanaan proyek-proyek di Luwu. Bahkan beredar informasi bahwa diduga kuat Bahar Ngitung termasuk salah penyumbang dana terbesar kepada tim sukses Basmin Mattayang saat mencalonkan diri kembali sebagai Bupati Luwu, tahun 2008 lalu.

Dari penelusuran tim Losari News Network ditemukan dugaan konspirasi dalam menggarap Proyek yang bernuansa KKN antara Bahar Ngitung dan Basmin Mattayang bukan hanya pada proyek pembangunan mesjid raya Belopa saja.

Bahkan sudah lama sebelum Basmin Mattayang menjabat sebagai Bupati Luwu kerap berkonspirasi dengan Bahar Ngitung untuk mengerjakan proyek yang penuh dengan indikasi KKN, salah satu contoh kasus adalah keterlibatan CV.Nugraha, perusahaan milik Bahar Ngitung pada proyek di Kanwil Departemen Pendidikan Sulawesi Selatan yang juga diketahu bermasaalah, yaitu Proyek pengadaan alat peraga ilmu-ilmu alam dan pemantapan kerja guru atau lebih dikenal dengan proyek PAIIA-PKG.
Proyek yang dananya berasal dari bantuan Bank Dunia tersebut bergulir selama dua tahun anggaran, yakni 1995/1996 dan 1996/1997. dengan total anggarannya Rp4 miliar lebih. Dimana saat itu yang menjabat sebagai pimpinan proyek (pimpro) PAIIA-PKG adalah Basmin Mattayang .

Sementara itu, Amirullah Tahir, pengacara Bahar Ngitung mengatakan, penetapan tersangka terhadap kliennya, sangat terburu-buru. Padahal, Ia sama sekali belum pernah diperiksa sebagai saksi.

"Kejati menetapkan Bahar Ngitung sebagai tersangka hanya karena ia sebagai pemilik PT Rahmad Baitullah. Padahal perusahaan itu ia pinjamkan ke saudaranya” kata Amirullah Tahir .
Amirullah juga menjelaskan, Bahar Ngitung meminjamkan perusahaan tersebut kepada Ivan Dharmawan, disertai dengan perjanjian yang resmi. Apalagi Ia mengaku mampu mengerjakan proyek tersebut. Meski demikian Bahar Ngitung, menurut pengacaranya, tidak membantah jika persetujuan kontraknya merupakan tandatangan aslinya.
Terkait dengan kasus dugaan korupsi Pembangunan Masjid Raya Belopa, dua tersangka yang saat ini masih menjadi pejabat di lingkungan Pemkab Luwu, yakni Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Luwu Karim Jabar dan Kepala Dinas Tarkim Luwu Wahidin Kalulu, enggan memberi komentar atas kasus yang menjeratnya.

Karim Jabbar yang ditemui Losari News Network mengaku belum ada penyampaian dari penyidik Kejati terhadap status tersangka terhadap dirinya. ”Saya mengetahui hal itu dari informasi yang saya peroleh dari media, namun penyampaian langsung dari penyidik hingga sekarang belum saya terima,”ujar Karim.

Namun,diakuinya,bahwa dirinya memang terlibat sebagai pelaksana kegiatan pembangunan Masjid Agung Belopa selama tahun 2006 saat dirinya masih menjabat sebagai Kepala Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Luwu. Hal serupa juga diutarakan Wahidin Kaluku.

Menurutnya, pihaknya tidak dapat membeberkan informasi soal kasus yang menyeret namanya sebagai tersangka. ”Maaf dik, karena kasus ini sudah bergulir di kejaksaan, jadi biarlah hal ini berproses,” kata Wahidin.

Sehubungan dengan terungkapnya kasus dugaan korupsi pembangunan mesjid raya Belopa Kabupaten Luwu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) diminta bertindak tegas atas penanganan kasus korupsi di Sulsel.Jika perlu,demi kepentingan penyidikan, lembaga penegak hukum ini harus berani melakukan penahanan terhadap siapapun yang statusnya sudah ditingkatkan menjadi tersangka.

”Penyidik memiliki kewenangan untuk melakukan penahanan. Bahkan,dalam KUHAP sudah jelas-jelas diatur soal hak obyektif penyidik untuk menahan tersangka yang ancaman hukumannya di atas lima tahun. Dan, semua kasus korupsi ancaman pidananya di atas lima tahun,”kata Direktur Lembaga Peduli Sosial Ekonomi Budaya Hukum dan Politik (LP-Sibuk) Djusman AR .

Selama ini, kata Djusman, penyidik selalu berdalih pada hak subyektifnya saja. Yakni, menyangkut kemungkinan tersangka tidak melarikan diri, mengulangi perbuatannya dan menghilangkan barang bukti. ”Inilah yang sering dijadikan alasan pembenaran bagi penyidik untuk tidak menahan tersangka korupsi,” kata Djusman yang mengaku masih kecewa atas penanganan kasus korupsi di Sulsel.

Djusman menanggapi masalah ini terkait penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Luwu, Belopa, Kabupaten Luwu.
Menurut Djusman, masyarakat Sulsel merindukan ketegasan kejaksaan, sama ketika lembaga ini dipimpin Mashudi Ridwan.Saat itu, kata Djusman, Kajati Mashudi berani melakukan penahanan terhadap Bupati Tana Toraja J Amping Situru dan mantan Dekan Fakultas Hukum Unhas Prof Dr Achmad Ali.

”Figur kajati seperti itulah yang membuat masyarakat Sulsel terkesan karena memang memiliki keseriusan dalam memberantas korupsi,” kata Djusman .

Sementara itu Drs.H.Bahar Ngitung, yang juga ketua Aspanji Kota Makassar mengangap apa yang dialaminya adalah sebuah cobaan. Ia mengatakan tidak mau menanggapi status barunya itu. "Saya tidak mau mengomentari hal tersebut. Bagi saya ini adalah cobaan. Makin tinggi suatu pohon makin keras angin yang berhembus," kata Bahar Ngitung.
Ia mengaku kaget dengan statusnya tersebut. Pasalnya ia tidak pernah dimintai keterangan oleh kejaksaan. "Saya serahkan pada Allah, saya tidak mau tanggapi nanti menjadi polemik," tambahnya.
Bahar mengakui bahwa perusahannya terlibat pada proyek tersebut. Namun pelaksanaannya buka ia yang mengerjakan. Pada proyek itu, perusahannya dipinjamkan kepada Ivan Dharmawan dan disertai perjanjian resmi.
"Kami punya perjanjian yang menyebutkan bahwa terkait proyek itu, menjadi urusan Ivan. Soal pinjam meminjam perusahaan merupakan hal biasa di kalangan pengusaha," jelasnya. Kendati perusahaannya dipinjam, Bahar Ngitung mengakui kalau semua proses kontrak dia yang tanda tangani.

Sepuluh Orang Yang Akan Jadi Tersangka

Menurut Humas Kejati Sulsel Andi Makmur, masih akan ada nama lain yang bakal menyusul hingga jumlah tersangkanya mencapai 10 orang. Makmur melanjutkan, setelah melalui tahap ekspose dan penetapan sejumlah tersangka, dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Belopa yang telah menghabiskan anggaran APBD Luwu sebanyak Rp36 miliar ini, langsung dinaikkan ke tahap penyidikan.

”Berdasarkan perintah dalam ekspose yang ikut dihadiri Kajati (Mahfud) Wakajati (Yuswua Kusuma) dan sejumlah asisten serta pengkaji, kasus ini akan dinaikkan ke tahap penyidikan,” kata Makmur. Kapan pemeriksaan saksi bakal dilakukan, Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus), Arifin Hamid belum bisa memastikan waktunya. Menurut dia, pemeriksaan dan pemanggilan saksi serta tersangka baru bisa dilakukan kalau berkas sejumlah tersangka sudah diserahkan ke Pidsus.

”Bagaimana mau melakukan pemeriksaan kalau berkas tersangkanya kami belum terima,”jelasnya.
Sementara itu, terkait komentar Bahar Ngitung yang mengaku belum pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut, sumber Losari News Network di Kejati menyebutkan, pernyataan tersebut tidak benar.

”Tim lidik sudah pernah memeriksa saksi lebih dari satu kali. Selain itu, keterlibatan Bahar Ngitung dalam kasus ini sangat jelas karena semua prosedur kontrak dan beberapa berkas lainnya dialah yang menandatangani. Apalagi yang kurang,”tukasnya. Hal itu diperkuat dengan pengakuan Kepala Bidang Investigasi, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel),Suryo Martono.

Dia menjelaskan dari laporan tim audit, semua dokumen proyek memang ditandatangani Bahar Ngitung. ”Keterlibatan Bahar Ngitung dalam proyek ini saya ketahui, dari laporan tim saya yang melakukan audit,”kata Suryo Martono.

Apakah kasus ini bakal menyeret kembali mantan Bupati Luwu Basmin Mattayang ke jerat hukum? Belum ada keterangan resmi dari pihak kejaksaan. Namun, berdasarkan pengakuan Suryo Martono,selaku bupati saat itu,Basmin ikut mengetahui pelaksanaan proyek ini.

”Dari beberapa dokumen yang ikut mengetahui proses pengerjaan proyek ini, adalah mantan Bupati Luwu, Basmin Mattayang. Tapi, apakah Basmin ikut terlibat dalam proyek ini, bukan menjadi wewenang kami.Tanyakan langsung ke kejaksaan,”jelas Suryo Martono.

Terkait dengan penetapan Bahar Ngitung sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan mesjid raya Belopa Kabupaten Luwu,Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel Dr Jayadi Nas mengaku akan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah atas kasus yang menimpa Bahar Ngitung. Menurut dia, sepanjang belum ada keputusan hukum yang tetap, maka pihak KPU tidak berhak untuk mencoret dari daftar calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Perlu diketahu, saat ini Bahar Ngitung adalah calon anggota DPD RI dari Sulawesi Selatan,dengan nomor urut 14 dan dinilai punya kans besar untuk duduk sebagai anggota DPD-RI asal Sulsel. Bahkan, dalam survei terakhir Institute Social Political and Economic Issue (ISPEI), Bahar Ngitung diasumsikan bakal masuk dalam empat besar calon anggota DPD RI asal Sulawesi Selatan, pada Pemilu 2009. ANTI KORUPSI GANTUNG KORUPTOR (MRTN--Losari News Network)