Sabtu, April 04, 2009

Hamka Yandhu Politisi Partai Golkar Asal Sulawesi Selatan Di Vonis 3 Tahun Penjara – Kasus Korupsi Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia


Jakarta, 4 April 2009 Losari News Network - - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR), Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memvonis 3 tahun penjara untuk Politisi Partai Golkar dari Sulawesi Selatan, Haji Hamka Yandhu YR, SE. Sedangkan rekannya mantan anggota Komisi Keuangan Perbankan DPR Antony Zeidra Abidin divonis 5 tahun penjara. Antony Zeidra Abidin saat ini adalah Wakil Gubernur Jambi. Baik Antony maupun Hamka adalah sama-sama dari Partai Golkar.
"Terdakwa I kena 3 tahun dan terdakwa II kena 5 tahun. Dendanya masing-masing Rp 300 juta," kata Juru Bicara Pengadilan Tinggi (PT) DKI Madya Raharja saat dihubungi Losari News Network, Jumat 3 April 2009.

"Antony ditambah hukumannya karena aktif sekali," kata Madya. Selain itu, Antony juga dianggap telah mencoreng lembaga legislatif dengan meminta uang pada Bank Indonesia (BI) terkait penyelesaian BLBI dan diseminasi amandemen UU BI. "Pokoknya dia minta-minta begitulah," imbuh Madya Raharja.

Keduanya dijerat dengan pasal lebih subsidair, yakni pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Hal yang sama ketika keduanya divonis oleh tim hakim Pengadilan Tipikor.

Hamka Yandhu dan Antony Zeidra adalah terdakwa kasus aliran dana BI yang merugikan negara sebesar Rp 100 miliar. Keduanya terbukti ikut menerima duit terkait penyelesaian BLBI dan diseminasi amandemen UU BI. Kedua legislator tersebut mengaku menerima masing-masing Rp 500 juta.

Hamka Yandhu, pria kelahiran Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan, 14 Maret 1957 sebelumnya adalah anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Golkar, dimana dalam proses penyidikannya Hamka Yandhu “bernyanyi” dan membeberkan dugaan adanya aliran dana BI ke 52 rekan-rekannya saat ia juga menjadi anggota komisi tersebut.

Nama-nama yang termasuk daftar orang-orang yang disebut oleh Hamka Yandhu dalam persidangan kasus BLBI, adalah sebagai berikut :

Dari Fraksi Golkar: Hafid Alwi, TN Nurlid, Baharuddin Aritonang (sekarang anggota Badan Pemeriksa Keuangan). Antoni Zeidra Abidin, Ahmad Hafiz Zawawi, Asep Sujana, Bobi Suhadirman, Aji Ashar Muklis, Abdullah Zaini (sekarang wakil ketua BPK), Ryan Salampessy, Hamka Yandhu, Henky Baramuli, Reza Kemarala, Paskah Suzetta. Semuanya menerima Rp 250 juta, kecuali Paskah dan Hamka. Hamka mendapat Rp 500 juta dan Paskah Rp 1 miliar.
Dari Fraksi PDIP: Emir Moeis, Max Moein, Poltak Sitorus, Alberson M Sihaloho, Sukowaluyo Mintohardjo, Candra Wijaya, Zulvan Lindan, Angelina Fathian, William Tutuarima, Sukono, Mahtus Corness, Dudi Makmun Murod, Sutanto Pranoto, Donny Prasetyo. Mereka menerima Rp 250 juta kecuali Dudi Murod Rp 300 juta.
Dari Fraksi PPP: Daniel Tanjung, Sofyan Usman, Endin AJ Soefihara, Uray Faisal Hamid, Habil Marati, Faisal Basir. Daniel Tanjung paling tinggi Rp 500 juta.
Dari Fraksi PKB: Amrul Al Mutaksin, Ali As’ad, Arif Pasari Siagian, Arif Muchtar Wijaya, Amrul Usni, Ali Masykur Musa. Amrul Al Mutaksin tertinggi Rp 500 juta.
Dari Fraksi Reformasi: Hakam Naja, Rizal Djalil, Askar Jaya, TB Sumanjaya, Datud Rangkoyo, Al Munawwar Saleh.
Dari Fraksi TNI/Polri: Mayjen Darsud Yusuf, R Sulistyadi, Suyitno, Ucu Juheri,
Dari Fraksi KKI Hafid Mapas dan FX Soemitro.
Dari Fraksi PBB MS Kaban Rp 300 juta.
Dari Fraksi PDU Abdullah Al Wahdi Rp 300 juta
Dalam BAP yang dibacakan anggota majelis hakim yang diketahui Morfri, uang yang mengalir ke DPR dari BI berjumlah Rp 24 miliar. Namun yang dibagikan ke anggota komisi IX 1999-2004 hanya sejumlah Rp 21,550 miliar.
Sebagaimana diketahui sebelumnya tersangka dugaan penyelewengan dana Bank Indonesia (BI) pada 2003, Hamka Yandhu, membeberkan adanya aliran dana tersebut ke sejumlah anggota Komisi IX DPR di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, 28 Juli 2008 lalu.

Ketika memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa dua mantan pejabat Bank Indonesia(BI) Oey Hoy Tiong dan Rusli SImanjuntak, Hamka membenarkan sebagian besar anggota fraksi dari berbagai partai politik di Komisi IX DPR telah menerima dana tersebut.

Uang yang diterima masing-masing anggota DPR bervariasi antara Rp250 juta sampai Rp500 juta. Menurut Hamka, besaran pemberian kepada masing-masing anggota DPR ditentukan oleh Antony Zeidra Abidin, mantan anggota DPR yang juga menjadi tersangka dalam kasus tersebut.

Menurut pengakuan Hamka, uang mengalir ke 13 anggota anggota Komisi IX dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang masing-masing menerima Rp250 juta.
Menurut Hamka, uang itu diberikan di gedung DPR, pada jam kerja. "Mereka juga naik ke ruangan saya," kata Hamka merinci lokasi pemberian uang.

Hamka membenarkan uang itu untuk keperluan pembahasan permasalahan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan pembahasan revisi UU BI.

Sebelumnya, Hamka membeberkan, Menteri Kehutanan MS Kaban menerima Rp300 juta dari Bank Indonesia (BI) ketika menjadi anggota Komisi IX DPR.

Hamka menegaskan dirinya sendiri yang menyerahkan uang tersebut kepada Kaban. Beberapa pimpinan Komisi IX lain juga menerima aliran dana.

Berdasar laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus dana BI bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp 100 miliar.
Oey menyerahkan dana YPPI sebesar Rp 68,5 miliar kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas BankIndonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo.
Pada pemeriksaan di KPK, Oey mengaku menyerahkan uang tersebut kepada para mantan pejabat BI. Namun,Oey mengaku tidak tahu lagi kemana uang tersebut setelah diserahkan kepada mereka.Sedangkan uang senilai Rp 31,5 miliar diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Aznar Ashari kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia(BLBI) dan amandemen UU No. 23/1999 tentang BI.

Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M. Hamzah. menyatakan, Hamka Yandhu dan Antony terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum seperti diatur dalam pasal 5, 11, dan 12 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ANTI KORUPSI GANTUNG KORUPTOR(Losari News Network)