
Maros, 7 April 2009
Losari News Network – Pengadaan Alat Kesehatan Dinas Kesehatan Maros Tahun Anggaran 2008 yang terdiri dari dua paket dimana anggaran masing-masing sebesar;
Rp. 4.247.400.000 dan Rp. 4.938.900.000,-,
dengan total anggaran sebesar Rp. 9.186.300.000,-, yang dibiayai melalui paket pembiayaan DAK,ternyata ditemukan banyak masaalah yang penuh aroma Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta MarkUp.
Dari penelusuran tim kontributor Losari News Network di Dinas Kesehatan Maros, proyek pengadaan alat kesehatan dinas kesehatan sebesar Rp. 9.1 milyar lebih itu ditemukan beberapa indikasi terjadinya tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta penggelembungan harga “Markup”
Berdasarkan informasi diduga proyek tersebut telah diatur sedemikian rupa agar bisa dimenangkan oleh perusahaan BUMN PT. Rajawali Nusindo. Dimana dalam prosesnya, diketahui bahwa salah seorang Calon Legislatif DPR-RI untuk Daerah Pemilihan 1 Sulawesi Selatan dari Partai Amanat Nasional, La Ode Abd. Rauf,S.Sod, diduga ikut berkolusi dan berperan sebagai pihak perwakilan PT. Rajawali Nusindo, untuk meloby pejabat terkait agar dapat memuluskan jalan bagi PT. Rajawali Nusindo memenangkan proyek tersebut.
Dalam aksinya, kader Partai Amanat Nasional,La Ode Abd. Rauf,S.Sos berkerjasama dengan oknum pegawai Dinas Kesehatan Maros, Sukriyani (yang merupakan kerabat Wakil Bupati Maros, Drs.H.A.Paharuddin) dan Kabag.Keuangan Pemkab Maros ,Andi Syamsul Fachri.
Bahkan diduga PT. Rajawali Nusindo melalui Lao Ode Abd. Rauf telah memberikan “Komitmen Fee” kepada Sukriyani, antara lain dengan metoda “Gratifikasi”, yaitu membantu dana pembiayaan pesta pernikahan anak/putri Wakil Bupati Maros Drs.H.A.Paharuddin di Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Losari News Network mencoba menghubungi Caleg DPR-RI dari PAN, La Ode Abd Rauf,S.Sos via ponselnya 0811966680 dan 02168111580 (yang didapat dari kader PAN lainnya), akan tetapi tidak ada jawaban.
Sementara itu, sampai saat ini pihak PT. Rajawali Nusindo, menurut pengakuannya juga belum dibayar lunas oleh Dinas Kesehatan Maros, atas alat kesehatan yang telah dipasoknyanya, dengan alasan tidak ada dana. Sementara, PT. Rajawali Nusindo diduga telah mengeluarkan dana untuk “Komitmen Fee” yang cukup besar yaitu sekitar 42% dari total anggaran proyek, yang dibagikan kepada para pejabat dan oknum terkait. Bahkan sebagian dana tersebut diduga telah dipakai oleh La Ode Abd. Rauf untuk membiayai kampayenya sebagai calon legislatif DPR-RI 2009-2014 di daerah pemilihan Sulawesi Selatan.
Sebagaimana sebelumnya pada bulan Oktober tahun 2008 lalu, Proyek Pengadaan Alat Kesehatan Dinas Kesehatan Maros Tahun Anggaran 2008, juga sudah pernah disoroti oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Maros, dimana DPRD menilai kinerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkup Dinas Kesehatan Maros buruk. Penilaian ini didasarkan realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) 2008. Bahkan,DAK Dinas Kesehatan (Dinkes) 2008 sebesar Rp9 miliar, baru terealisasi Rp60 juta. Hal ini terungkap dalam rapat kerja Komisi C DPRD Maros dengan Dinas Kesehatan. ”Ini sudah Oktober, tapi DAK yang terealisasi baru Rp60 juta,” ungkap Wakil Ketua Komisi C Said Patombongi.
Hal ini diduga disebabkan karena ada indikasi proses tender yang direkayasa berlangsung berlarut-larut dan tidak sesuai dengan prosedur sebagaimana yang diamanahkan dalam Keppres No.80 tahun 2003. Dikarenakan ada upaya oknum tertentu untuk mengarahkan dan menentukan pemenang sesuai keinginan mereka. Oleh DPRD Maros, pelaksanaan tender itu pernah diminta untuk diulang.
”Kalau anggarannya hangus hanya karena alasan proses tender yang bermasalah jangan harap akan kami anggarkan pada tahun depan,”ujar Said Patombongi.
Terkait hal itu, Kepala Dinas Kesehatan Maros Firman Jaya membantah hanya menggunakan sekitar Rp60 juta dari anggaran yang ada. Dia juga mengaku, kalau selama ini pelaksanaan proyek sudah sesuai prosedur.
Akan tetapi sinyalemen Kepala Dinas Kesehatan Maros, Firman Jaya, terbantahkan oleh pernyataan bawahannya sendiri dikalangan Dinas Kesehatan Maros. Dimana proses pengadaan barang untuk alat kesehatan dengan total anggaran senilai Rp9,1 miliar, beberapa kali mengalami pengulangan dan penundaan tender, hingga menjadi perdebatan di antara dua bagian di Dinas Kesehatan Maros, karena ditemukan penggantian kebutuhan alat kesehatan dinas kesehatan pada dokumen tender dilakukan pada saat proses tender sedang berjalan.
Bagian Program selaku pengusul, merasa keputusan panitia pengadaan barang menyalahi aturan karena mengganti pengadaan barang hingga 80 persen.
Kasubag Program Dinkes Maros, Nurman Salam, menegaskan panitia tidak berhak mengubah usulannya, apalagi sampai 80 persen. Dia berdalih jenis dan volume barang yang diusulkannya adalah kebutuhan.
"Saya tidak tahu mengapa seperti ini. Yang jelas, bila nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, saya yang harus bertanggung jawab," ungkap Nurman kepada Losari News Network. Pernyataan Nurman dibenarkan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Hj Nurta. Keduanya mengaku, keputusan panitia mengubah usulan tersebut tidak berdasar. "Panitia tidak punya hak," tambahnya.
Pada saat perubahan daftar kebutuhan alat kesehatan tersebut dilakukan ,mereka meminta rencana pengadaan barang Tahun Anggaran 2008 ini ditunda atau digagalkan sementara.
Sekretaris Panitia Pengadaan Alkes, Sirajuddin yang dituding menyalahi aturan enggan berkomentar. "Langsung tanyakan saja ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),Sukriyani" katanya.
Sementara KPA, Sukriyani, yang juga kerabat dekat Wakil Bupati Maros, menilai adanya perubahan daftar kebutuhan pengadaan alat kesehatan tersebut sama sekali tidak ada masalah. Menurut Sukriyani, bagian program tidak bisa memaksakan keinginan untuk mengadakan barang karena hanya sebatas rencana.
Sukriyani berpendapat dari hasil mempelajari dan melihat petunjuk teknis, bisa saja dilakukan perubahan karena barang tersebut sudah ada. "Buat apa mengadakan barang yang sudah ada, sementara masih ada kebutuhan lain yang diperlukan,"jelasnya.
Dari informasi yang didapat, diduga Sukriyani nekat melakukan perubahan atas kebutuhan pengadaan alat kesehatan tersebut, karena adanya arahan dari pejabat terkait dan hasil loby caleg DPR-RI Partai Amanat Nasional untuk memenangkan PT. Rajawali Nusindo. Dimana yang seharusnya adalah, apabila prosedur tender dilakukan dengan benar sesuai dengan Keppres 80 tahun 2003, maka PT. Rajawali Nusindo tidak bisa dimenangkan karena secara administrasi sudah harus digugurkan, sebab karyawan PT. Rajawali Nusindo diketahui berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang nota bene tidak dibenarkan ikut dalam proses tender yang dilaksanakan oleh pemerintah sesuai amanah Keppres 80 tahun 2003.
Sekilas PT. Rajawali Nusindo dan Sepak Terjangnya Dalam Pengadaan Alat Kesehatan

PT. Rajawali Nusindo adalah salah satu anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia yaitu perusahaan yang memiliki basis perdagangan khususnya hasil bumi, disamping perdagangan farmasi dan alat kesehatan.
Awal sejarah berdirinya adalah ketika pada tahun 1964 seluruh harta kekayaan Oei Tiong Ham Concern (yang didalamnya terdapat perusahaan NV My Handle Kian Gwan) diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia, dan dipergunakan sebagai penyetoran modal untuk mendirikan PT Perusahaan Perkembangan Ekonomi Nasional (PPEN) Rajawali Nusantara Indonesia.
Pada tanggal 1 Februari 1971 perusahaan NV My Handle Kian Gwan berubah nama menjadi “PT Perusahaan Ekspor Impor (PIE) Rajawali Nusindo dengan status kepemilikan modal seluruhnya dipegang oleh PT PPEN Rajawali Nusantara Indonesia.
Saat ini PT Rajawali Nusindo adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan, impor, ekspor, serta menjadi grosir, supplier, dan distribusi obat-obatan, alat kesehatan, pengepakan dan pergudangan.
Pada awalnya PT Rajawali Nusindo yang merupakan salah satu anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia dibentuk untuk menunjang kelancaran penjualan produk-produk yang dihasilkan oleh kelompok sendiri untuk pasaran ekspor dan local, seperti: perdagangan obat-obatan/alat kesehatan, penjualan gula/tetes, CPO/Palm Kernel, Teh dan Penyamakan kulit, serta menyediakan kebutuhan bahan baku, bahan pembantu obat-obatan, pupuk, pestisida untuk perkebunan, karung untuk pabrik gula dan lain sebagainya.
Dalam perkembangannya, sebagai perusahaan yang mandiri, PT Rajawali Nusindo tidak hanya memasarkan produk-produk milik grup sendiri, tetapi juga memasarkan produk dari principal luar PT Rajawali Nusantara Indonesia.
PT. Rajawali Nusindo saat ini merupakan “Pemain Besar” dalam tender-tender pengadaan alat kesehatan yang diadakan diseluruh Indonesia. Akan tetapi, karena statusnya yang BUMN dan diduga punya kedekatan dengan Mentri Kesehatan St. Fadillah, sehingga sering terjadi majunya PT. Rajawali Nusindo sebagai salah satu peserta rekanan tender ada indikasi sering diikuti pula dengan intervensi power kekuasaan dan power dalam bentuk dana segar PT. Rajawali Nusindo, untuk memenangkan tender dan menghalalkan segala cara yang lebih banyak ditemukan melanggarkan koridor hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Beberapa contoh kasus diantaranya adalah ;
1. Kasus Korupsi Pengadaan Obat oleh PT. Phapros Tbk-anak perusahaan PT. Rajawali Nusindo senilai Rp 273 milyar. Dimana Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan (LBHK) telah melaporkan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan kolusi yang berpotensi korupsi dalam pengadaan obat tahun anggaran 2005 di Departemen Kesehatan senilai Rp 273 miliar.
Dalam keterangan tertulisnya, Direktur LBHK Kundrat Adriansyah SH menyebutkan, dugaan kolusi dilakukan Menteri Kesehatan bersama PT Phapros Tbk, anak perusahaan PT. Rajawali Nusantara Indonesia, induk dari PT. Rajawali Nusindo. Sedangkan nilai pengadaan obat Rp 273 miliar terdiri dari pengadaan obat untuk buffer stock untuk kabupaten dan kota Rp 82 miliar, pengadaan obat untuk pemerintah pusat senilai Rp 15 miliar, obat untuk kejadian luar biasa (KLB) Rp 5 miliar dan obat untuk masyarakat miskin Rp 171 miliar.
Dijelaskan, dugaan kolusi oleh Menteri Kesehatan itu berawal dari keikutsertaan Fadilah sebagai peneliti obat antihipertensi yang berasal dari tanaman daun seledri dan kumis kucing dengan merek Tensigard pada 3 Juli sampai dengan 29 Oktober 2001. Penelitian itu disponsori PT Phapros Tbk yang memproduksi obat tersebut. Setelah melalui penelitian, obat antihipertensi itu tergolong fitofarmaka.
Setelah Fadilah menjadi Menteri Kesehatan, Tensigard disertakan dalam pengadaan obat buffer stock di kabupaten/kota, pengadaan obat bagi pemerintah pusat dan pengadaan obat KLB, dengan nilai total Rp 273 miliar. Padahal, obat Tensigard tidak tercantum dalam rencana kerja dan syarat (RKS).
2. Kasus Penggelembungan (Mark Up) oleh PT. Rajawali Nusindo pada proyek pengadaan obat cacing dan multivitamin siswa SD se-Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat ,pada 2006 dan 2007, yang mengakibatkan kerugian negara Rp2.9 miliar. Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Kalbar, Setia Untung Arimuladi menjelaskan, proyek itu dialokasikan dalam dua tahun anggaran yakni 2006 senilai Rp3,4 miliar dan 2007 Rp6,3 miliar. Tetapi diduga telah terjadi penggelembungan harga obat cacing "Embacitrine Syrup dan Multivitamin Vicalcine Syrup", sehingga menimbulkan kerugian negara untuk APBD 2006 sebesar Rp1.36 miliar, dan APBD 2007 Rp1.57 miliar, jumlahnya menjadi Rp2.9 miliar.
Sementara itu berdasarkan informasi yang Losari News Network dapatkan,saat ini kasus indikasi terjadinya tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta dugaan Markup dalam proyek pengadaan alat kesehatan dinas kesehatan Maros tahun anggaran 2008, senilai Rp. 9.1 milyar, laporannya sudah ada dimeja tim penyidik Polda Sul-Sel dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan akan segera ditindak lanjuti dalam waktu yang tidak lama lagi, dimana berdasarkan bukti buktiyang didapatkan dari saksi-saksi dalam kasus ini,yang diduga harus pertama kali bertanggung jawab adalah Kadis Kesehatan Maros Firma. ANTI KORUPSI GANTUNG KORUPTOR (ARF - Losari News Network)





