Rabu, April 01, 2009

Dugaan Hakim Disuap Rp. 500 juta Dibalik Vonis Bebas Dugaan Korupsi APBD Anggota DPRD Luwu

MAKASSAR,01 April 2009, Losari News Network -- Majelis hakim yang diketuai Syarifuddin Umar telah menvonis bebas 29 mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Luwu, Sulawesi Selatan, dalam sidang pembacaan putusan kasus dugaan korupsi pemberian dana purnabakti APBD Luwu 2004 yang diduga merugikan negara senilai Rp 10,5 miliar di Pengadilan Negeri Makassar, Senin , 23 Maret 2009 lalu.
Akan tetapi dibalik vonis tersebut muncul kabar adanya dugaan suap dibalik bebasnya para terdakwa kasus korupsi APBD Luwu yang dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri Makassar.
Dugaan tersebut menyusul beredarnya rekaman pengakuan seseorang yang telah memberi uang ke hakim.
Saat hendak dikonfirmasi Losari News Network, Ketua Pengadilan Negeri Makassar Asli Ginting tidak berada di ruangannya. saat itu Asli Ginting berada di Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan.

"Saya masih rapat di Pengadilan Tinggi. Tapi mengenai hal itu, saya tidak tahu, Baru ini saya dengar," kata Asli menjawab pertanyaan terkait adanya rekaman yang mengungkap dugaan suap itu.

Kasus tersebut mendudukkan para 27 mantan anggota DPRD Luwu periode1999-2004, mantan Bupati Luwu Basmin Mattayang, mantan Sekda Luwu Andi Baso Gani dan mantan Kabag Keuangan Pemkab Luwu M Sabila.

Dari 30 terdakwa ini, hanya Sabila yang divonis bersalah dengan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 25 juta subsider tiga bulan kurungan. Sedangkan 29 lainnya dianggap tak bersalah.

Keputusan tersebut dibacakan setelah tiga hakim yakni Syarifuddin Umar (ketua), Yulman, dan Indracahya berpendapat, para terdakwa (kecuali terdakwa Sabila) tidak bersalah sebagaimana tuduhan jaksa penuntut umum (JPU). Perbuatan meminta bantuan tunjangan purna bakti dianggap tak melanggar hukum.

Sementara diketahui bahwa pada saat itu dua hakim yang menjadi anggota majelis hakim kasus tersebut yakni Kemal Tampubolon dan Gosen Butarbutar berpendapat beda. Keduanya menilai seluruh terdakwa bersalah. Keduanya berpendapat bahwa para terdakwa bersalah karena mereka dianggap sudah tahu bahwa dana yang diberikan kepada diambil daripos anggaran tak terduga pada APBD. Padahal dana tersebut tak boleh diperuntukkan untuk mereka. Sebab dana itu hanya bisa disalurkan untuk bantuan darurat jika terjadi bencana. Sehingga kedua hakim yang sama-sama asal Medan itu menyatakan para terdakwa bersalah atau sejalan dengan dakwaan JPU yang sebelumnya menuntut para terdakwa masing-masing dua tahun penjara dan membayar denda. Mereka menjadi terdakwa karena diduga terlibat korupsi menyusul adanya pemindahan pos anggaran dana tak terduga di sekretariat kabupaten pada tahun 2004 lalu. Dana yang seharusnya untuk kegiatan sosial dan bencana alam justru digunakan untuk bantuan biaya asistensi, dana masa purnabakti, dan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Luwu. Total dugaan kerugian negara pada kasus ini yakni sebesar Rp 1,05 miliar.

Terkait hal tersebut Field Officer Transparancy Internasional (TI) Indonesia untuk Makassar, Muhammad Haekal, mendukung pihak mana saja yang mau mengungkap kasus tersebut, dimana dalam rekaman itu beredar berita kalau besarnya total dugaan suap itu mencapai 500 juta. "Bahkan bila perlu, kita berharap komisi yudisial (KY) bisa turun tangan menyelidikan dugaan suap tersebut," kata Muhammad Haekal.

Sebagaimana perlu diketahui, sepekan sebelumnya gema takbir dan sujud syukur menggema di ruang Pengadilan Negeri Makassar, Senin 23 Maret 2009, sesaat setelah majelis hakim membacakan putusannya terhadap 29 terdakwa kasus korupsi DPRD Luwu. Ke-29 terdakwa yang kesemuanya adalah 27 mantan anggota DPRD Luwu periode1999-2004, mantan Bupati Luwu Basmin Mattayang dan mantan Sekda Luwu Andi Baso Gani, divonis bebas oleh majelis hakim. Nama-nama yang divonis bebas adalah :
-Muslimin Ujang Pallira (51)
-H Anthon Arief (47)
-H Andi Muh Yamin Aras (45)
-Muhlis (47)
-Syukur Bijak (35)
-Asbunris Rubba (43)
-Dra Syamsul Sabbea (43),
-Lisman Masita (45)
-Drs Dirham MM (41)
-H Muh Badaruddin (61)
-DR Abdul gaffar (45)
-M Kasim (68)
-Dra Med Vet Syahid (44)
-Drs harun Al Rasyid (48)
-Hj Hidayat Nurthalib (54)
-Drs Amir Daud (65)
-Nepson Darius Patanduk (50)
-Drs Dirman Arkam (45)
-H Rahim Ali (68),
-H Abdul Latif Djabbar (65)
-Taslim Sabbara (46)
-Drs Abd Rahman (55)
-Frederick Ratu (74)
-Muh Hasyim (73)
-Nursyam Mustamin (51)
-Andi Ampanangi (69)
-Markus Lembang Manda (59)
Begitu palu putusan diketuk, para terdakwa langsung meneriakkan takbir dan menghampiri majelis hakim yang terdiri dari lima orang. Syukur Bijak, salah satu terdakwa yang kini menjabat Wakil Bupati Luwu, tampak meraih tangan sejumlah rekannya sebelum kemudian saling berpelukan.

Hj Hidayat Nurthalib (54), yang sepanjang persidangan kemarin, tampak tegang, berjingkrak kegirangan dan menghampiri rekan-rekannya sambil tertawa lebar.
Sambil berbaris, para terdakwa kemudian menyalami hakim satu persatu. Bahkan beberapa diantaranya saling cium pipi kanan dan pipi kiri.
Sementara di deretan bangku pengunjung sidang, tampak sejumlah aktivis yang mengikuti jalannya sidang sejak tadi, hanya bisa tertunduk lesu. Mereka menggelengkan kepala seolah tidak percaya dengan putusan itu.
"Allahu Akbar...Allahu Akbar," kalimat itu terdengar berulang kali diteriakkan, di selingi suara tawa dan riuh para pengunjung.

Majelis hakim yang diketuai H Syarifuddin Umar, dalam putusannya menyatakan, ke-29 anggota DPRD Luwu tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi APBD Luwu sebesar Rp 971 juta. Unsur-unsur melawan hukum menurutnya, tidak terpenuhi oleh perbuatan para terdakwa.

Dalam putusan ini dua hakim anggota, masing-masing Kemal Tampubolon dan Gose Butar Butar menyatakan 'dissenting opinion' (tidak sependapat) dengan putusan tiga hakim lainnya, H Syarifuddin Umar, H Julman dan Indra Cahya.
Menurut Kemal dan Gosen, ia sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Yeni Andriani, bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur melawan hukum.
Ia memaparkan, tanggal 23 Juni 2004 para terdakwa menerima uang berupa dana kehormatan dan perumahan akhir masa bhakti dari Bupati Luwu, masing-masing sebesar Rp 22 juta lebih per orang.
"Tanggal 14 Juli 2004 para terdakwa kembali menerima uang berupa dana bantuan biaya pembahasan/asistensi Ranperda Perhitunagn APBD Luwu sebesar Rp 5 juta," terangnya.
Perbuatan ini menurut pandangan Gosen, justru telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum, sesuai pasal 64 ayat (1) KUHAP. Dalam dakwaan Subsidair pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perbuatan para terdakwa juga telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

Namun, dissenting opinion yang dibacakan Gosen dan Kemal ini tak mengubah putusan tiga majelis hakim lainnya untuk membebaskan para terdakwa.
Atas Vonis itu, jaksa Yeni Andriani, menyatakan pikir-pikir.
Sebelumnya, dalam tuntutannya Yeni menuntut para anggota DPRD Luwu masing-masing dua tahun penjara denda sebesar Rp 50 juta subsidair enam bulan kurungan.


Direktur LP Sibuk Djusman AR, menanggapi dingin vonis bebas mantan anggota DPRD Kabupaten Luwu yang terbelit kasus korupsi. Djusman mengaku prihatin dengan putusan itu.
Menurutnya, bagaimanapun ini telah mencederai wajah hukum di negeri ini. Karena itu, ia meminta agar ditelusuri apakah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang lemah, ataukan hakimnya yang kurang respons dengan pemberantasan kasus korupsi.
"Terkait vonis bebas tersebut masyarakat berhak untuk melakukan eksaminasi," tukasnya.
Ia juga mengatakan, jaksa sepatutnya kasasi dengan vonis bebas tersebut.
''Ke depan saya sangat berharap agar di Makassar ada Pengadilan Tipikor. Ini untuk meminimalisasi kasus korupsi yang divonis bebas,'' katanya.
Lebih jauh kata dia, aparat penegak hukum dalam memberantas tindak pidana korupsi, sejatinya memerhatikan kualitas ketimbang kuantitas kasus. (SAV-Losari News Network)