Losari News Network –- Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengungkap temuan adanya indikasi kasus korupsi di departemen kesehatan yang telah menyeret Setjen departmen kesehatan, Mardiono. Mardionoadalahpejabatpembuat komitmen atau pimpinan proyek (pimpro) pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan (Depkes) pada 2007 senilai Rp15,7 miliar. Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi( KPK) Johan Budi SP menjelaskan, Mardiono disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain Mardiono, KPK juga menetapkan mantan direktur PT. Kimia Farma, Gunawan Pranoto dan direktur PT. Rifa Jaya Mulia , Rivai Yusuf sebagai tersangka.
Sementara itu (KPK) juga telah memeriksa empat orang saksi terkait dugaan korupsi alat kesehatan (alkes)di Departemen Kesehatan (Depkes) RI yang merugikan uang negara senilai Rp70 miliar.
Keempat saksi tersebut adalah Amak Rohmat (Direktur RS Fatmawati), Ayu Sinta (PNS Depkes), Niken Irmawati (pensiunan PNS Depkes), , dan Ateng Hermawan (Manajer PT Kimia Farma Trading).
KPK juga memeriksa beberapa saksi dan rekanan lain yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, diantaranya adalah Direktur Utama PT Multi Mega Service Sujanto, Direktur Utama PT Barata Husada Siti Handayanti serta Manager PT Murti Indah Sentosa, Adityo Asharyanto dan Josanto Hartono.
Selain itu KPK juga memeriksa PT. Bhineka Usada Raya. Bahkan karena ada indikasi kuat tentang keterlibatan PT. Bhineka Usada Raya dalam kasus korupsi itu sehingga KPK merasa perlu menurunkan tim khusus KPK berjumlah 12 orang untuk memeriksa kantor PT. Bhineka Usada Raya di Gedung Wang,Pulogadung Jakarta , serta memeriksa direksinya yaitu Direktur Utama Singgih Wibisono dan Direktur Keuangan Suciati Osaputra.
Dari beberapa rekanan yang diperiksa, dugaan kuat tentang pelaku korupsi hanyalah tertuju pada PT. Kimia Farma dan PT. Bhineka Usada Raya, serta PT. Rifa Jaya Mulia. Namun rupanya sampai saat ini masih ada satu rekanan yang diduga juga terlibat dalam indikasi korupsi tersebut, akan tetapi seakan-akan KPK belum berniat menyentuhnya, yaitu PT. Graha Ismaya. Sesama rekanan yang terlibat dalam kasus itu, mengetahui bahwa PT. Graha Ismaya juga dapat bagian mengerjakan proyek, bahkan pada saat pelaksanaan tender hanya PT. Graha Ismaya yang tidak diwakli oleh direkturnya sepeerti rekanan lainnya, melainkan hanya diwakili oleh pegawainya yang membawa surat kuasa.
Dari informasi yang berhasil dihimpun oleh Losari News Network, PT. Graha Ismaya dibackup kuat oleh pejabat negara sehingga KPK sangat berhati-hati untuk menyentuhnya. Karena pimpinan PT. Graha Ismaya yaitu Masrizal A. Syarief dan Sri Wahyuningsih adalah teman dekat Meneteri Kesehatan, Siti Fadillah. Mereka adalah sesama alumni dari Universitas Gajah Mada (UGM). Masrizal A. Syarief dan Sri Wahyuningsih alumnus farmasi UGM, sedangkan Sitti Fadillah alumnus Fakultas Kedoktertan UGM tahun 1976.
Bahkan umum diketahui dari beberapa proyek pengadaan alat kesehatan di seluruh Indonesia yang dikerjakan oleh PT. Graha Ismaya, diduga didapatkan karena adanya unsur pertemanan yang sangat dekat dengan Mentri Kesehatan. Apalah daya pimpro pengadaan alat kesehatan di daerah-daerah, bila telepon atau rekomendasi yang diperlihatkan PT. Gaha Ismaya untuk mendapatkan proyek pengadaan berasal dari Mentri Kesehatan.
Terkait hal itu KPK menilai menteri kesehatan mengetahui proyek yang diduga merugikan negara itu. Komisi Pemberantasan Korupsi mencari keterlibatan dari Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dalam kasus dugaan korupsi di Departemen Kesehatan. Komisi menilai menteri mengetahui proyek yang diduga merugikan negara itu.
"Kita masih memintai keterangan, masalahnya apakah keterlibatannya sampai di sana (Menteri)," kata Wakil Ketua Bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Riyanto, di Gedung KPK, Jakarta.
Menurut Bibit, Menteri Kesehatan pasti mengetahui setiap pengadaan barang dan jasa yang berlangsung di departemennya. "Menteri pasti tahu," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Siti Fadilah menyatakan belum mengetahui mengenai adanya kasus dugaan korupsi di departemennya. Menurutnya, tidak semua pengadaan barang dan jasa harus melalui menteri. "Akan saya tanyakan ke Irjen."
PT. BHINEKA USADA RAYA TETAP JALANKAN SINDIKATNYA DI RUMAH SAKIT UNDATA PALU WALAU TERLIBAT KASUS KORUPSI DEPKES RI
Sementara itu meskipun kantor dan direksi PT. Bhineka Usada Raya (PT. BUR) saat ini masih dalam pengawasan dan penyidikan KPK terkait indikasi korupsi di Departmen Kesehatan RI, masih saja PT. BUR tetap melakukan loby pendekatan dan membuka serta mempertahankan jaringan sindikat “Mafia Alat Kesehatan”nya di mana-mana. Salah satu contoh adalah dengan dugaan keberadaan sindikat “Mafia Alat Kesehatan” binaan jaringan PT. Bhineka Usada Raya di Rumah Sakit Undata Palu Sulawesi Tengah.
Saat ini diketahui RSUD Undata Palu sedang melaksanakan proses tender untuk Pekerjaan Pengadaan Alat Medis Kedokteran dengan pagu anggaran Rp. 2,5 milyar yang dibiayai dari APBD tahun anggaran 2009.Setelah dibaca, dalam dokumen lelang, ditemui ada beberapa hal yang ganjil dan patut dipertanyakan. Yaitu tentang daftar kebutuhan alat kesehatan rumah sakit dalam dokumen tender, dimana dari spesifikasi yang ada ternyata ditemukan bahwa barang alat kesehatan yang akan ditenderkan tersebut ternyata adalah barang alat kesehatan dengan tekhnologi yang sudah ketinggalan zaman kalau tidak mau dikatakan tekhnologi kuno.
Kenapa Rumah Sakit Undata membutuhkan untuk mengadakan alat kesehatan yang sudah kuno, sementara dipasaran sudah umum ketahui, bahwa perkembangan alat kesehatan sudah sangat maju dan modern serta canggih. Bahkan dengan harga yang tidak terlalu tinggi sudah bisa didapatkan alat kesehatan dengan kualitas nomor satu dan teknologi yang terkini.
Saat dikonfirmasi, dr Amsyar, Kabid Pelayanan Medik mengatakan bahwa sebaiknya hal itu ditanyakan kepada Ketua Panitia Pengadaan, Haldy.
Oleh Haldy disarankan menghubungi dr. Farida, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang juga merupakan wakil direktur umum RSUD Undata Palu.
Akan tetapi dr. Farida tidak berkenan memberikan informasi, karena yang berkompetensi dalam hal itu adalah atasannya kepala rumah sakit Undata Palu, dr. Roisul, namun beliau tidak dapat ditemui karena alasan kesibukannya.
Kontributor Losari News Network di Palu mencoba menelusuri asal muasal barang alat kesehatan yang rencananya akan diadakan oleh RS Undata Palu melalui mekanisme lelang. Ternyata sebahagian dari alat kesehatan yang ada dalam dokumen lelang adalah alat kesehatan yang di ageni oleh PT. Bhineka Usada Raya sebagai distributornya untuk Indonesia. Sebahagian lagi milik PT. Palupi Indah Medika, perwakilan dari perusahaan PT.Andini Sarana, perusahaan distributor alat-alat dental. Diketahui bahwa selama ini PT. Bhineka Usada Raya sering menggandeng PT. Palupi Indah Medika untuk menggarap proyek pengadaan alat kesehatan di Palu.
Dari hasil penelusuran tersebut, diketahui juga bahwa ada dugaan kuat kalau ada hubungan yang sangat dekat antara kepala rumah sakit Undata dr. Roisul dengan PT. Bhineka Usada Raya. Selama ini, apabila dr. Roisul ke Jakarta, selalu difasilitasi segala kebutuhannya oleh PT. Bhineka Usada Raya.
Jadi bukanlah sesuatu yang mengherankan, apabila dr. Roisul tetap memasukkan alat kesehatan milik PT. Bhineka Usada Raya, meskipun diketahui teknologinya sudah kuno dan kualitasnya patut dipertanyakan apabila dibandingkan dengan alat kesehatan lain sejenis yang ada dipasaran.
Sebagai informasi tambahan, perlu diketahui bahwa PT. Bhineka Usada Raya sudah diketahui sering terlibat dalam kasus KKN proyek pengadaan alat kesehatan diseluruh Indonesia. Dimana modusnya adalah, memanipulasi spesifikasi alat seakan-akan alat kesehatan itu adalah teknologi terkini dan nomor satu padahal sudah kuno, serta markup harga jauh diatas pasaran untuk alat kesehatan yang selevel dengan alat kesehatan yang ditawarkan PT. Bhineka Usada Raya.
Kasus yang terakhir dan masih hangat serta sementara dalam proses oleh KPK dan Kejaksaan yang melibatkan PT. Bhineka Usada Raya adalah Kasus Korupsi di Departemen Kesehatan RI dan Kasus Korupsi Pengadaan Alat Kesehatan di RSUD Sawerigading Palopo Sulawesi Selatan.
Bahkan oleh pengadilan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) PT. Bhineka Usada Raya telah dijatuhi hukuman dengan vonis terbukti melanggar Pasal 19 huruf d UU No.5/1999 dan diwajibkan membayar denda sebesar Rp. 3.600.000.000,- (tiga milyar enam ratus juta rupiah) dalam kasus Dugaan Pelanggaran UU No. 5/1999 Pada Tender Pengadaan Alat Kedokteran di Rumah Sakit Daerah Cibinong, dimana dalam tender di BRSD Cibinong itu, terbukti PT. Bhineka Usada Raya mempengaruhi pihak direksi rumah sakit dan panitia sehingga penyusunan spesifikasi alat kedokteran dalam persyaratan tender mengacu dan mengarah pada spesifikasi alat-alat kedokteran yang termuat dalam brosur-brosur PT. Bhineka Usada Raya.
Selanjutnya Losari News Network mendapatkan indikasi tentang adanya salah satu item yang diadakan dalam daftar kebutuhan dalam dokumen lelang adalah “asseories” alat kesehatan yang pernah diadakan oleh RSUD Undata Palu. Sebenarnya “assesories itu seharusnya sudah include dengan alat kesehatan yang ditawarkan oleh rekanan pada proyek pengadaan alat kesehatan sebelumnya tahun lalu. Dimana alat kesehatan tersebut distributornya adalah PT. Bhineka Usada Raya. Akan tetapi pada saat itu pihak rekanan tidak penah memasukkan barang tersebut. Akan tetapi anehnya, pihak rumah sakit Undata seakan-akan tidak keberatan dengan hal tersebut meskipun sudah membayar lunas kepada rekanan, bahkan memasukkan kembali alat kesehatan “assesories” tersebut dalam daftar kebutuhan untuk pengadaan alat medis kedokteran RSUD Undata Palu tahun anggaran 2009. “Sudah instruksi dari atasan”, kata salah seorang yang mengaku panitia tapi tidak mau disebutkan namanya, saat ditanyakan tentang hal tersebut. Dan dokumen lelang itu mereka terima dari atasannya dalam keadaan sudah jadi, alias bukan lagi panitia pelaksana yang menyusunnya.
RSUD Undata Palu memang sering terkait masaalah, bahkan sering mendapat sorotan dari masyarakat, utamanya dalam pelayanan kepada pasien yang dianggap tidak mampu Walikota Palu, Rusdy Mastura pernah marah-marah di RSUD Undata,akhir Januari lalu, terkait pelayanan rumah sakit yang tidak becus kepada pasien yang tidak mampu membayar biaya rumah sakit, yang ternyata pasien itu adalah ajudan walikota Palu. Bahkan pernah ada kejadian diawal bulan Maet 2009, pasien JAMKESMAS yang sudah meninggal ditolak diantar dengan ambulans rumah sakit Undata menuju rumah duka di Banawa Selatan, karena keluarga pasien tidak sanggup membayar uang bensin yang diminta oleh pihak rumah sakit Undata.
Apalagi dengan adanya indikasi KKN dalam proyek pengadaan alat kesehatan RSUD Undata Palu senilai Rp. 2,5 milyar tahun anggaran 2009.
Barang murah, teknologi kuno, kualitas meragukan akan tetapi dihargai oleh pihak rumah sakit dengan harga yang sangat tinggi, tentunya dengan markup harga atau penggelembungan harga.
Siapa lagi yang akan jadi korban, tentu implikasi negatifnya akan dirasakan langsung oleh pasien yang menjalani perwatan di RSUD Undata, sementara kepala rumah sakit dan perusahaan distributor alat kesehatan PT. Bhineka Usada Raya dan jaringannya akan tertawa senang karena membayangkan keuntungan sangat besar yang akan masuk memenuhi pundi-pundi kantong kekayaan mereka.
Sekali lagi PT. Bhineka Usada Raya (PT. BUR) memang “hebat”, demikian juga kepala RSUD Undata Palu, meski diketahui secara skala nasional bahwa PT. BUR saat ini terkena kasus korupsi Depatemen Kesehatan RI, dan sedang dalam pemeriksaan oleh KPK, akan tetapi mereka tetap bersinergi dan menjalankan aktifitasnya menggarap proyek pengadaan alat medis kedokteran RSUD Undata Palu T.A. 2009.
Berdasarkan hasil penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) dari 51 kasus korupsi kesehatan yang diusut penegak hukum sampai 2008 telahmenimbulkankerugian negara mencapai Rp128 miliar.Namun, dari sebanyak perkara ini hanya berhasil meminta pertanggungjawaban pembuat kebijakan di tingkat lokal seperti Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur Rumah Sakit.
Kasus korupsi di bidang kesehatan yang terungkap mayoritas masih seputar pengadaan barang dan jasa dengan modus penggelembungan harga. Hasil lain dari kajian ICW menunjukkan bahwa kesempatan merupakan faktor dominan pemicu korupsi kesehatan, di antara dua faktor utama seperti rasionalisasi tindakan korupsi dan tekanan di luar individu.
Faktor kesempatan menguat karena besarnya diskresi atau kewenangan pejabat, rendahnya transparansi, dan akuntabilitas serta penegakan hukum di sektor kesehatan.
ANTI KORUPSI GANTUNG KORUPTOR (JB -- Losari News Network)





