Sabtu, Maret 21, 2009

Ketua Panitia Lelang - Ir. Kartia Bado Diperiksa Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Terkait Dugaan Markup Pengadaan Meteran PDAM Makassar

Makassar, 21 Maret 2009 -Losari News Network -- Dugaan Mark Up pada pengadaan Meteran PDAM kota Makassar pekan ini mulai diselidiki oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dibawah koordinasi Pidana Khusus mulai melakukan penyelidikan atas kasus dugaan korupsi penggelembungan dana pada pengadaan meteran air PDAM kota Makassar, hal tersebut diungkapkan oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Godang Riyadi. menurut Godang Riyadi, Direktur Utama PDAM Kota Makassar, Tajuddin Noor, pernah membawakan data meteran air tersebut, padahal belum dipanggil untuk memberikan keterangan.
"Surat Perintah Penyelidikan telah keluar, dan pemanggilan saksi juga sudah dilayangkan," terang Godang Riadi, Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sulselbar.
Hasil audit BPKP sebelumnya telah diekspose tiga pekan lalu dan telah diserahkan ke Walikota Makassar Herry Iskandar. Dalam proyek pengadaan meteran itu, PT Wetan Mandiri bertindak selaku rekanan.
Penyelidikan kasus korupsi, penggelembungan harga meteran air dilakukan berdasarkan audit Badan pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang menemukan mark up anggaran senilai 1 milyard 400 juta rupiah dari total dana sekitar 3 milyard rupiah.
Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, kemarin, Jumat, 20 Maret, mulai memeriksa pihak-pihak yang terkait dalam kasus dugaan mark up meteran PDAM Makassar senilai Rp 1,4 miliar. Sesuai rencana, pemeriksaan dilakukan kepada ketua panitia pelelangan pengadaan meteran tahun 2007, Ir Kartia Bado. Kartia diperiksa sebagai saksi berkaitan adanya hasil temuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel, yang menyimpulkan adanya mark up pada proyek tersebut.

Sementara, kemarin, Kejati Sulsel juga telah menerima salinan hasil audit BPKP yang dikirimkan secara resmi oleh Walikota Makassar Andi Herry Iskandar.
Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Sulsel Arifin Hamid kepada Losari News Network, membenarkan pemeriksaan Kartia. Menurutnya, Kartia diperiksa pagi hari ini (Jumat 20 Maret)
"Hari ini ketua panitia lelang yang akan diperiksa. Kemarin kami juga sudah menerima salinan hasil audit BPKP dari pemkot," terang Arifin.
Meski dicecar wartawan, Arifin tak bersedia menyebut siapa-siapa pejabat PDAM Kota Makassar yang bakal diperiksa setelah Kartia.
Dari informasi yang dihimpun Losari News Network, setelah Ir. Kartia Bado, menyusul akan diperiksa oleh Kejati adalah seluruh anggota panitia pengadaan dan rekanan pelaksana PT. Wetang Mandiri.

Sebelumnya kasus dugaan mark up pengadaan water meter PDAM senilai Rp 1,4 miliar pada 2007 lalu telah dilaporkan Walikota Makassar, Andi Herry Iskandar, ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Kamis lalu, 19 Maret..Laporan tersebut dalam bentuk surat berisi permintaan tindak lanjut proses hukum kasus PDAM.

"Masalah mark up water meter atau meteran air di PDAM akan saya laporkan ke Kejati paling lambat Kamis lusa. Yang jelas, kasus ini harus dilanjutkan," tegas Herry, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa, 17 Maret. Pemkot Makassar, kata Herry, sangat kooperatif dengan pihak kejaksaan untuk menuntaskan kasus dugaan mark up water meter di PDAM.

Herry menyatakan tidak akan lagi membentuk tim investigasi khusus karena diserahkan sepenuhnya ke kejaksaan. Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulsel, kata dia, sudah sangat lengkap dan tinggal diteruskan ke kejaksaan untuk ditindaklanjuti.

Soal posisi Dirut PDAM, Tadjuddin Noor, Herry menegaskan tidak akan diganti. Kasus dugaan mark up water meter itu merupakan tanggung jawab dirut sehingga tak boleh dilakukan pergantian di tengah jalan. Sementara Direktur Utama PDAM Makassar, Tadjuddin Noor, mengaku sudah melakukan adendum kontrak kerja sama dengan PT Traya. Khususnya perbaikan kontrak masalah harga dasar air.

Awalnya Rp 1.350 per meter kubik, sekarang menjadi Rp 750 per meter kubik. "Tapi kalau ke depan tidak ada titik temu lagi, maka kontrak kerja sama dengan PT Traya akan kami putus," jelas Tadjuddin.

Badan Pengawas PDAM Makassar minta Kejati Usut Dugaan Kejanggalan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan PDAM Makassar

Sementara itu Sekretaris Badan Pengawas PDAM Makassar Bastian Lubis meminta kejaksaan ikut mengusut kejanggalan dalam
Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) untuk 2007 dan 2008.
Ia menyebutkan, kontrak dengan PT Traya telah dibayarkan senilai Rp 19 miliar selama dua tahap, sayangnya pembayaran yang diistilahkan panjar pembayaran air secara curah itu, tidak masuk dalam laporan RKAP 2007-2008.
Pembayaran pertama sebesar Rp 7 miliar pada Januari 2008, dan Rp 12 miliar menyusul pada Desember 2008. Anehnya, dana ini tidak tercatat pada RKAP 2008.
Mulanya pembayaran Rp 7 miliar tersebut atas disposisi Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, tertanggal 9 Januari 2008. Disposisi itu dikeluarkan setelah walikota menerima laporan pertimbangan dari Bastian Lubis selaku Badan Pengawas (PDAM).
Dalam surat yang ditemukan BKM, Bastian Memberikan analisis kerugian PDAM yang telah melakukan kontrak kerjasama dengan PT Traya, nomor kontrak 003/B.3.d/V/2007 dan 015/II-mi/V/2008.
Di surat tersebut, Bastian memaparkan secara detail kelemahan kontrak, dan terang akan meberatkan posisi keuangan PDAM. Akhirnya, BP mengusulkan adanya amandemen kontrak.
Secara teknis tingkat kebocoran pada distribusi air sangat tinggi. Dimana produksi air curah diclaim PT Traya sebanyak 28.117.848 m kubik per tahun. Sedangkan air yang jadi rekening atau terjual hanya 16.366.932 m kubik per tahun. Atau sebanyak 58,21 persen saja, air terjual menjadi rekening atau uang dari IPA II Panaikkang sebanyak 4.978.186 m kubik, di klaim oleh PT Traya sesuai dengan bukti tagihan air curah sebanyak 11.715.710 m kubik.
Berarti untuk memenuhi kontrak kerja sama tersebut, PDAM Kota Makassar harus membayar semua air yang hilang kepada PT Traya dengan cara subsidi dari IPA lain sebanyak 6.737.524 m kubik. Ini berarti biaya air yang hilang tetap menjadi beban bagi PDAM dengan harga yang sangat tinggi.
Analisis BP dalam surat ke walikota itu menyebut pemasukan anggaran air curah dalam RKAP perubahan tahun buku 2007 sangat memberatkan keuangan PDAM Makassar. Kontrak yang akan direalisasikan akan menjadi beban sebesar Rp 22.142.805.300 atau sama halnya 2.343.154 m kubik dikali tujuh bulan lalu dikali Rp 1.350 per m kubik. Sehingga bila dipaksa untuk dimasukkan menjadi beban air curah, maka RKPA perubahan 2007 akan menjadi negatif kas sebesar Rp 15,14 miliar. Jika diteruskan kerja sama tersebut, PDAM akan merugi sebesar Rp 27.105.628.973 miliar per tahun.
Oleh BPKP, kontrak tersebut telah diminta untuk dibatalkan. Menanggapi analisis BP, walikota memberi disposisi ke Dirut Tadjuddin Noor untuk segera melakukan amandemen kontrak, namun dengan terlebih dahulu membayar sesuai permintaan pihak ke III berkisar Rp 7 miliar.
Disposisi tersebut tertanggal 9 Januari 2008. BP telah meminta untuk pemutusan kontrak sebelum BPKP melakukan pemeriksaan yang pada akhirnya memutuskan untuk pembatalan kontrak.
Permintaan walikota tersebut ditanggapi Tadjuddin Noer dengan surat ke walikota No 0010A/B.2/1/2008. Dalam surat itu Tadjuddin mengatakan pembayaran ke PT Traya belum bisa direalisasikan, karena RKAP tahun buku 2007 telah ditutup pada tanggal 31 Desember 2007. Adapun RKAP 2008 belum disahkan. Tadjuddin mengusulkan untuk membayar Rp 7 miliar sebagai panjar pembayaran air secara curah, dan dibebankan pada RKAP 2008.
Surat dari Tadjuddin untuk walikota ini tanpa tembusan ke BP. Namun BP mendapat bukti dari pembayaran PDAM ke PT Traya Rp 7 miliar tersebut.
Walikota akhirnya setuju untuk menggunakan RKAP 2008. Anehnya, pada laporan keuangan 2008 tidak ada tercantum pembayaran panjar air secara curah sebanyak Rp 7 miliar tersebut.
Bahkan bila dimasukkan dalam perhitungan keuangan 2008 maka jumlah kas akan minus.

Sejumlah Kalangan Mendukung Kejati dan Meminta Agar Kasus Ini Segera Ditangani Oleh KPK

Terkuaknya mark-up di PDAM mengundang sejumlah kalangan agar kasus ini segera dituntaskan dan tidak berlarut-larut. Sekretaris Badan Pengawas PDAM, Bastian Lubis mendukung jika kasus ini segera diproses.
"Saya sudah melayangkan rekomendasi kepada walikota, agar direksi diingatkan, tapi posisi sebagai badan pengawas hanya sebatas mengajukan rekomendasi." tegas Bastian.
Selain di tubuh PDAM sendiri, beberapa LSM juga meminta agar kasus ini ditangani Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK), dan diantaranya LSM Masyarakat Transparansi Sulsel (Matrass).
"Kasus ini harus mendapat kepastian hukum yang jelas, agar tuntas dan tidak berlarut-larut. Dari catatan kami sebelumnya PDAM juga pernah ditangani aparat penegak hukum Kepolisian tapi tersendat-sendat. KPK berhak mengambil alih kasus ini sesuai Inpres No 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi," tandas Firdaus Paressa.
KPK juga tambah Firdaus merupakan lembaga superbody tanpa melalui birokrasi.
"Berbeda dengan kepolisian dan kejaksaan, memeriksa pejabat publik harus melalui izin presiden, KPK bisa langsung memeriksa pejabat terkait," ujarnya.
Dugaan kebocoran tersebut juga diperkuat oleh temuan BP-PDAM tahun 2005 hingga 2006 sebesar Rp31 M lebih. Setelah diverifikasi jumlahnya berkurang menjadi Rp9,4 miliar, kemudian di verifikasi ulang jumlahnya turun lagi Rp7,3 miliar. Lalu pada verifikasi terakhir jumlah semakin menyusut Rp6,28 miliar. Angka inilah yang diduga kuat mengarah ke tindak pidana korupsi karena digunakan untuk kepentingan pribadi sehingga merugikan negara Rp6,28 miliar.

Jufri Sakka Membantah Terjadi Dugaan Markup Pengadaan Meteran PDAM Makassar

Sementara itu, Kabag Humas PDAM Kota Makassar, M Jufri Sakka, , mengatakan, berdasarkan rujukan BPK RI dengan dasar hitungan Rp1.350 per meter kubik memang merugikan perusahaan.
Akan tetapi, tambah Jufri, berdasarkan revisi perjanjian per tanggal 17 Desember 2008 maka harga baru yang disepakati dalam nota kesepahaman dengan PT Traya hanya sebesar Rp750 per meter kubik. Sementara audit yang dilakukan oleh BPKP merupakan audit investigasi yang diminta Walikota Makassar yang pada saat itu dijabat Ilham Arief Siradjuddin untuk dua hal yaitu, audit pengadaan water meter dan kerjasama PDAM Kota Makassar dengan PT Traya.
"Perlu dijelaskan audit ini bukan merupakan audit umum (temuan) oleh BPKP melainkan audit investigasi berdasarkan permintaan owner dalam hal ini walikota, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan hasil audit investigasi tersebut dikembalikan ke Walikota untuk menjadi bahan tindak lanjut untuk menanyakan ke Direksi PDAM Kota Makassar," ungkapnya.

Pihak PDAM juga mengherankan sikap Badan Pengawas, pasalnya audit itu justru dikembangkan di media dan dikomentari oleh Badan Pengawas sebelum ada tanggapan resmi Direksi atas audit investigasi itu. Mengenai hasil audit itu Humas menyampaikan, pengadaan meter yang dimaksudkan telah melalui proses dan sistem pengadaan barang dan jasa yang berlaku di PDAM Kota Makassar dan terhadap penawaran yang masuk sebanyak 7 perusahaan dan selaku pemenang adalah PT Wetang dengan merek Barindo. Beberapa pertimbangan PDAM memilih water meter merek Barindo antara lain karena water meter Barindo terbuat dari bahan spesifikasi khusus yang bukan dari kuningan yang selama ini sering dicuri oleh pemulung dan meter Barindo semuanya menggunakan logo PDAM Kota Makassar dan dilengkapi alat pengaman khusus yang tidak memungkinkan untuk di bolak balik oleh pelanggan dan mempunyai akurasi yang baik.
"Adapun harga yang diperbandingkan juga disesalkan karena diambil pembanding adalah toko Rajawali yang bukan termasuk 7 rekanan yang mengikuti tender, yang menjadi pertanyaan apakah toko Rajawali dapat menyiapkan meter sebanyak 19 ribu itu dengan harga sekecil itu?" tanya Jufri.

Bahkan pihak PDAM Kota Makassar menyikapi hal itu merupakan persaingan bisnis yang tidak sehat, pasalnya berdasarkan data pembanding PDAM Kota Makassar, ternyata water meter yang digunakan PDAM Kabupaten Gowa dengan merek yang sama dan diorderkan per tanggal 4 Desember 2006 untuk permintaan 1.000 biji dengan harga Rp145 ribu, itu belum termasuk PPn tidak dapat dipenuhi Toko Rajawali dengan alasan tidak ada stock.
"Inikan suatu kejanggalan yang sebenarnya tidak dapat dilakukan perbandingan," tegasnya.ANTI KORUPSI GANTUNG KORUPTOR(SAV – Losari News Network)