Kamis, Maret 19, 2009

HADI DJAMAL UNGKAP KETERLIBATAN KADER PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DAN PARTAI DEMOKRAT – PASCA PENANGKAPANNYA OLEH KPK

Jakarta, 19 Maret 2009 , Losari News Network
Abdul Hadi Djamal Suruh Rama – Politisi PKS Bertobat
Anggota DPR RI asal Sulawesi Selatan,tersangka kasus dugaan suap proyek dermaga dan bandara, Abdul Hadi Jamal, menyebut nama politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Rama Pratama, dan pejabat Departemen Keuangan (Depkeu) RI, Anggito Abimanyu, ikut terlibat dalam kasus yang menimpanya.
Menanggapi keterangan Hadi tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani kasus tersebut, siap mengusut Rama, Anggtio, dan nama lain yang disebutkan.
"Sebut saja semua, nanti kita akan telusuri," kata Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Riyanto di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/3).
Anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional (PAN) asal Sulawesi Selatan (Sulsel) itu membeberkan nama-nama tersebut saat diperiksa di KPK, Selasa (17/3) tengah malam.
Rama adalah politisi muda dan mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Jakata. Namanya mencuat saat memimpin gerakan mahasiswa menjatuhkan Soeharto dari kursi presiden, Mei 1998.
Dia kemudian bergabung di PKS, partai yang dikenal dengan tagline antikorupsi dan akan mencipatakan parlemen yang bersih dari kasus korupsi, terutama bagi kadernya.
Sedangkan Anggito adalah Kepala Badan Fiskal Depkeu yang juga dikenal sebagai orang dekat Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Depkeu juga sedang gencar membangun citra sebagai lembaga pemerintah yang "bersih". Sebelum aktif sebagai pejabat eselon I di depkeu, Anggito adalah staf pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta
Rama, kata Abdul Djamal , ikut dalam proses penentuan kenaikan dana stimulus sebesar Rp 2 triliun. "Semua fraksi terlibat dan dihadiri oleh Rama dan pimpinan (panitia anggaran) juga ada," ujar Hadi yang juga caleg PAN untuk Daerah Pemilihan Sulsel I DPR RI.
"Yang Rp 2 triliun itu untuk pimpinan dan anggota mendapatkan aspirasi dari itu," katanya. Hadi juga mengatakan, tidak semua politisi PKS bersih.
Buktinya, kata dia, dalam pertemuan itu Rama ikut mempengaruhi putusan dan memberikan persetujuan.
Sementara itu, pengacara Hadi, Firman mengatakan, pertemuan itu adalah awal mula terjadinya kasus ini. Rekanan yang selama ini ingin terlibat dalam proyek dana stimulus berusaha mendekati para anggota panitia anggaran."Itu kemudian menjadi sesuatu yang berujung pada klien saya," jelasnya.

Hadi juga juga menyebut anggota Fraksi Partai Demokrat, Jhon Allen Marbun, sebagai inisiator pertemuan membahas anggaran untuk Departemen Perhubungan (Dephub) RI di Hotel Ritz Carlton, bulan Februari lalu.
Pertemuan tersebut, kata Hadi adalah awal munculnya suap yang menimpa dirinya. "Pak Jhonny Allen yang jadi pimpinan, inisiatifnya dia," ujarnya.
Dalam pertemuan itu, dihasilkan keputusan untuk menaikkan dana stimulus dari Rp 10,2 triliun menjadi Rp 12,2 triliun. Kenaikan itu juga diduga berimbas pada proses penentuan proyek yang nantinya akan dilaksanakan oleh departemen terkait.
"Dari situlah anggaran stimulan ada kenaikan itu, dan berimbas pada diri saya," tambahnya.
Waktu pertemuan berlangsung 19 Februari 2009, tepat pada saat kepulangan Menlu AS Hillary Clinton dari Indonesia. Saat itu turut hadir seluruh anggota panitia anggaran, perwakilan depkeu dan Bank Indonesia (BI)."Anggito Abimanyu hadir sebagai perwakilan dari pemerintah," katanya.
Dia menjelaskan, setelah pertemuan itu banyak rekanan yang mendekati pimpinan dan panitia anggaran. Lewat Departemen Perhubungan, Komisaris PT Kurniadjaya Wirabakti Hontjo Kurniawan berusaha mendekati Hadi dan Jhonny.

PKS langsung bereaksi atas tudingan Hadi tersebut. Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PKS, Anis Matta, menyebut pernyataan Hadi tersebut sebagai fitnah dan mengarah kepada black campaig terhadap partainya.
Ketua Fraksi PKS DPR, Mahfudz Siddiq, meminta Hadi mencabut pernyatannya dalam tempo 2x24 jam. Bila tidak, pihaknya akan mengadukan Hadi ke Mabes Polri.
"Pernyataan Hadi Djamal itu sangat manipulatif. Terkesan, di desain untuk menggiring opini masyarakat seolah-olah kader kamiterlibat dalam kasus itu," kata Mahfudz saat menggelar jumpa pers di DPR, kemarin.
Menurutnya, kehadiran Rama dalam pertemuan di Hotel Ritz Carlton adalah dua hal yang berbeda. Namun, seakan mau digiring satu kesatuan
"Ketika Hadi Djamal ditangkap KPK, kami langsung mengumpulkan empat anggota fraksi PKS untuk mengkorfimasi mereka. Apakah ada kaitannya dengan Hadi? Anggota kami mengkomfirmasi mereka tidak tahu menahu. Pernyataan Hadi tendensius dan bisa merugikan PKS secara politik," tegas Mahfudz.
Menurutnya, PKS kami tetap pada komitmen tidak menerima suap. "Kami selalu mengembalikan gratifikasi di fraksi dan komisi. Gratifikasi yang kami terima adalah uang apresiasi yang dilakukan oleh para broker. Bahkan gratifikasi tersebut dikembalikan ke KPK yang totalnnya tercatat hampir Rp 2 miliar," tambahnya.
Rama juga membantah pernyataan Hadi. Menurutnya, harus dibedakan antara pembahasan dan persetujuan anggaran stimulus yang harus disetujui oleh DPR dan dibahas oleh semua fraksi dan kemudian disetujui oleh Panitia Anggaran.
"Bedakan kasus suap dengan Dephub dan pembahasan anggaran adalah mekanisme normal. Dalam melaksanakan hak budget, adalah hal biasa melakukan relokasi terhadap anggaran, ditambah atau dikurangi," jelasnya.
Dia mengaku tidak tahu mengenai kenaikan anggaran yang disebutkan Hadi. "Kalau dalam konteks anggaran, ada anggota yang jadi broker itu menjadi urusannya dan harus dipertanggungjawabkan secara personal," tambahnya.

Saat ini PARTAI Keadilan Sejahtera (PKS) gencar mengiklankan diri dengan tagline sebagai partai bersih dan bebas korupsi. Iklan ini makin gencar ditayangkan di sejumlah stasiun televisi dan media cetak menjelang Pemulu Legislatif 2009.
Namun di tengah gencarnya iklan tersebut, tersangka kasus suap proyek dermaga dan bandara di Indonesia timur, Abdul Hadi Djamal, tiba-tiba menuding politisi PKS, Rama Pratama, ikut menyetujui dana rencana bernilai ratusan miliar tersebut.
Abdul Hadi Djamal yang juga politisi Partai Amanat Nasional (PAN) asal Sulawesi Selatan (Sulsel) sama-sama duduk di Panitia Anggaran DPR RI yang membahas sejumlah anggaran proyek pemerintah.
Diperkirakan, nilai iklan yang mengangkat citra PKS sebagai partai antikorupsi tersebut mencapai puluhan miliar rupuiah. Namun sejumlah pengurus PKS mengaku tak tahu pasti berapa budjet iklan-iklan PKS tersebut.
"Kalau soal angkanya, saya tidak tahu karena sudah ada yang tangani. Ada juga beberapa caleg (calon anggota legislatif) PKS yang ikut membantu," kata Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS, Anis Matta.
Namun, dia optimistis pengakuan Hadi Djamal tersebut tidak serta merta akan menjatuhkan partainya meski ada kadernya yang dituding. "Ini perlu bukti," kata Anis.
Ketua Bappilu PKS Makassar, Muzakkir Ali, menilai, pemilih sudah cerdas sehingga bisa membedakan, mana fitnah dan yang mana fakta.
"Kalau kami menganggap pernyataan Pak Hadi itu adalah black campaign yang dilakukan untuk menjatuhkan PKS. Kami tetap mengkampanyekan antikorupsi, khususnya di parlemen," kata Muzakkir.

Tamsil Linrung Politisi PKS Juga Pernah Diperiksa KPK

Sebagai informasi salah satu politisi PKS asal Sulawesi Selatan, Tamsil Linrung juga pernah diperiksa oleh KPK pada tahun 2008 lalu. KPK memeriksa anggota DPR Komisi IV Tamsil Linrung terkait kasus alih fungsi hutan mangrove menjadi pelabuhan Tanjung Api-api, Sumsel. Tamsil diperiksa sebagai saksi dengan terdakwa Sarjan Taher dan suami Hetty Koes Endang, Yusuf E Faisal, yang menjadi tersangka. Dalam pemeriksaan tersebut terungkap bahwa Tamsil Linrung menerima sejumlah uang dari rekanan Pemprov Sumatera Selatan. Akan tetapi fakta itu diakui Tamsil Linrung dengan mengatakan, dirinya tidak kenal dengan rekanan Pemprov Sumsel, Chandra Tan. "KPK tanya, saya tidak kenal," kata politisi PKS ini. "Saya juga menerima uang tersebut bukan dari Chandra tapi Bu Tami, petugas sekretariat Komisi IV DPR RI," tandas Tamsil Linrung.
Anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera, Tamsil Linrung, mengaku menerima sejumlah uang dari mantan Ketua Komisi IV DPR Yusuf Erwin Faishal, terkait alih fungsi hutan lindung di Tanjung Api Api dan Bintan. Akan tetapi, ia menyatakan uang itu tidak langsung diserahkan oleh Yusuf. Uang sebesar Rp 120 juta berupa cek perjalanan diterima Tamsil dari sekretarisnya. "Dia bilang, itu titipan dari ketua (Yusuf Erwin Faishal)," ujar Tamsil saat bersaksi dalam sidang Yusuf Erwin Faishal, yang juga suami penyanyi senior Hetty Koes Endang itu, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta,
Tamsil juga disebut menerima Rp 5 juta, 2.000 dollar AS, dan Rp 12,2 juta. Selain itu, Tamsil juga menerima sejumlah uang dari pimpinan Motorola, Anggoro Wijaya.
"Pada pertemuan kedua, dia memberikan amplop. Saya tidak tahu jumlahnya karena sudah saya kembalikan," tuturnya. Uang itu yang akhirnya dikembalikan Tamsil ke KPK.


Abdul Hadi Djamal Diperiksa Lagi

Abdul Hadi Djamal, anggota komisi V DPR RI kembali diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jakarta, Kamis (19/3). Abdul Hadi Djamal tiba dengan menumpang mobil tahanan KPK sekitar pukul 10.12 WIB.
Menanggapi tentang Rama Pratama, anggota DPR RI dari fraksi PKS terkait somasinya kepada Abdul Hadi Djamali, Abdul Hadi Djamal menjawab agar Rama bertobat. "Bilang sama Pak Rama suruh istiqfar tobat pada Allah dan ada sahabat saya hadir juga Anggito Abimanyu tanya sama Anggito Abimanyu. Kata siapa dia tidak datang kan ada rekaman videonya ada rekaman tempat parkirnya. Kelihatan mobilnya," kata Abdul Hadi kepada wartawan sebelum memasuki gedung KPK.

"Sudah ya, saya diperiksa lagi nich oleh KPK," imbuhnya. Adapun Hadi tertangkap tangan oleh KPK di Persimpangan Jl Casablanca dan Jl Jend Sudirman pada Senin (2/3) lalu sekitar pukul 22.30. Saat ditangkap, Hadi bersama seorang wanita yang ternyata diketahui merupakan pejabat di Departemen Perhubungan, Darmawati Dareho.

KPK juga menemukan uang sebanyak Rp 54,550 juta dan 90 ribu dolar AS yang
diduga kuat sebagai uang suap dalam proyek stimulus pembangunan Dermaga dan Bandara di Kawasan Indonesia Timur. Pengembangan dari keduanya KPK menangkap Hontjo Kurniawan, Komisaris PT Kurnia Jaya Wirabakti yang diduga kuat sebagai calon rekanan dalam proyek
tersebut.
Sementara itu tim penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di tiga tempat berbeda, kemarin. Lokasi yang diperiksa adalah ruang kerja Hadi di ruang 1905 gedung DPR, kantor dephub, dan rumah Darmawati.
Ruangan Hadi digeledah selama hampir enam jam.
Sekitar lima orang petugas KPK membawa beberapa barang milik Hadi. Satu koper warna hitam dengan gembok lengkap, koper warna kuning berukuran kecil serta tiga buah kardus, terlihat dibawa petugas KPK, disaksikan oleh Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR, Irsyad Sudiro.
Rumah Darmawati rumah Darmawati di Griya Kayu Putih, Jakarta Timur berlangsung sejak pagi hingga siang. Sebelumnya, KPK juga sudah menggeledah apartemen Hontjo Kurniawan, Komisaris PT Kurnia Jaya Wirabakti dan kantor Hontjo di Surabaya, minggu lalu. (Losari News Network)