Rabu, Maret 04, 2009

DISTRIBUTOR ALKES NEUROSURGERY RS STELLA MARIS MAKASSAR BELUM DIBAYAR

Makassar, 4 Maret 2009
Losari News Network -- Terkait dengan pengadaan alat kesehatan Instrument Neurosurgery set untuk Rumah Sakit Stella Maris Makassar tahun anggaran 2008 setelah ditemukan adanya indikasi KKN dalam prosedur tender yang tidak sesuai dengan Keppres No. 80 tahun 2003, dimana dalam Keppres no. 80 tahun 2003 jelas disebutkan bahwa setiap pengadaan barang dan jasa apakah APBD atau APBN dengan jumlah anggaran Rp. 50 juta atau lebih, wajib diadakan lelang terbuka serta diumumkan minimal di media cetak lokal yang resmi ditunjuk pemerintah untuk memuat pengumumang lelang oleh negara, apalagi dengan nilai jumlah anggaran Rp. 375 juta.

Sebagaimana sudah pernah dirilis sebelumnya (Arsip Berita 06 Desember 2008) bahwa Rumah Sakit Stella Maris – Makassar Sulawesi Selatan mendapat bantuan dana dari pemerintah untuk pengadaan alat kesehatan melalui jalur DPR-RI via Dr. Mariani Akib Baramuli – anggota Komisi IX - kurang lebih sebanyak 450 juta rupiah untuk kebutuhan pengadaan peralatan / insrument Neurosurgery Set untuk Tahun Anggaran 2008, yang akhirnya anggaran yang disetujui adalah Rp. 375 juta.

Akan tetapi dalam perjalanannya dengan dalih berbagai macam alasan yang tidak jelas pihak Rumah Sakit Stella Maris, khususnya direktur RS. Stella Maris , dr. Victor Trignoa, ada indikasi berupaya agar tender tersebut tidak usah dimuat dimedia cetak serta dapat diatur secara internal saja dengan pihak-pihak terkait , yaitu Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan yang bertindak sebagai panitia pengadaan, rekanan/kontraktor serta distributor alat kesehatan yang kemudian akhirnya diketahui bahwa alat kesehatan yang dipaksakan untuk dipasok adalah merek Aesculap, dimana sebagai distributornya untuk Indonesia adalah PT. B.Braun Medical Indonesia.

Bahkan akhirnya untuk memuluskan rencana tersebut maka anggaran tersebut akhirnya dibagi menjadi tiga paket pengadaan, padahal yang seharusnya adalah anggaran tersebut untuk satu paket pengadaan saja.

Namun hal itu dibantah keras oleh dr. Umi, Subdin Pelayanan Rumah Sakit Swasta DinKes Prop. Sul-Sel yang juga ketua panitia dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan, dengan berkeras dikatakan olehnya bahwa pengadaan tender alat kesehatan dirumah sakit Stella Maris sudah sesuai dengan prosedur Keppres No. 80 tahun 2003.
Namun saat ditanyakan apakah pengumuman lelang proyek pengadaan tersebut sudah diumumkan dimedia cetak sebagai dipersyaratkan oleh Keppres 80 tahun 2003, dan dimedia cetak mana, bilamana pengumuman lelang tersebut benar telah dimuat pengumuman lelangnya, kemudian kapan dan dimana pelaksanaan tendernya diadakan, serta siapa perusahaan yang ikut serta dan perusahaan mana yang menjadi pemenang tender tersebut, serta dimana panitia pernah memasang / menempel pengumuman dari panitia tender yang memuat tentang perusahaan pemenang tender tersebut.
Saat ditanyakan hal tersebut, ternyata dr. Umi tidak dapat menjawabnya bahkan terkesan melempar tanggung jawab sembari mengarahkan Losari News Network untuk bertanya langsung kepada pimpro yang juga atasannya ,yaitu, dr. Makmur Surudji.
Akan tetapi, dr. Makmur juga tidak dapat ditemui dan handphonenya juga tidak pernah menjawab saat dihubungi.

Mengapa pihak dinas kesehatan begitu kuat kesannya menutupi kasus tersebut ?
Apakah karena sudah ada komitmen tersembunyi yang disepakati disebuah rumah makan seafood di Makassar, antara pihak distributor alat kesehatan Aesculap , PT. B.Braun yang diwakili oleh ibu Widya, dengan pihak Rumah Sakit Stella Maris, dr. Victor Trigno dan pihak rekanan yang akan dipakai perusahaannya , yaitu Muh. Akmar Makmur, dimana hasil dari pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Subdin Pelayanan Rumah Sakit Swasta DinKes Prop. Sul-Sel dr. Umi, yang kemudian meneruskan kepada atasannya.
Muh. Akmar menyertakan dua perusahaan miliknya sendiri untuk digunakan yaitu PT. Baruga Insanfarma Sejahtera, direkturnya adalah Muh. Akmar dan PT. Eka Citra Minasa, dimana yang menjadi direktur adalah istri Muh. Akmar, A.Eka Yunita Devi,B.Com.

Apa komitmen tersembunyi tersebut ? Apakah sebuah komitmen untuk membagi hasil kepada pihak yang terlibat diatas dari komisi 25% yang akan dialirkan kerekening dr. Victor yang kemudian disepakati untuk dikamuflase sebagai uang muka kepada PT. B.Braun Medical Indonesia agar memberi kesan bahwa alat kesehatan tersebut telah diindent oleh pihak Rumah Sakit Stella Maris. Akan tetapi dalam kenyataannya itu hanyalah kata lain dari pada istilah “Komisi dibayar dimuka”.
Menurut informasi, bahwa sebenarnya masih ada lagi sekitar 10% dari anggaran tersebut yang akan dibagikan kepada pihak-pihak tersebut, namun hanya kepada orang tertentu saja yang posisinya dianggap sebagai top leader pada instansi yang terkait dan rumah sakit.
Total jumlah komisi yang diberikan oleh pihak distributor untuk dibagi adalah 35% dari jumlah anggaran Rp. 375 juta , sekitar Rp. 131.250.000,-.
Mengapa PT. B.Braun Medical Indonesia berani menawarkan komisi yang demikian besarnya?

Info teranyar yang beredar luas bahwa, komitmen tersembunyi yang telah disepakati itu ternyata tidak berjalan dengan mulus, karena sampai saat ini meskipun sudah alat kesehatan instrument Neurosurgery set merek Aesculap sudah dipasok k rumah sakit Stella Maris Makassar, PT. B.Braun Medical Indonesia ternyta belum juga menerima pembayaran untuk pelunasan alat kesehatan tersebut. Bahkan hal ini menyebabkan PT. B.Braun Medical Indonesia mengutus salah seorang direksinya langsung dari Jakarta ke Makassar untuk meloby Dinas Kesehatan Prop. Sul Sel dan Rumah Sakit Stella Maris mengenai pembayaran tersebut.
Akan tetapi hal itu membuahkan hasil yang diinginkan, karena setelah ditelusuri ternyata ada beberapa kendala sehingga pembayarannya menjadi tersendat, yaitu ;

1. Dinas Kesehatan Propinsi Sul Sel bingung dengan sistem pembayarannya, karena anggaran tersebut seharusnya untuk satu paket pengadaan, akan tetapi dipecah menjadi tiga paket pengadaan. Sehingga untuk membuat Surat Perintah Membayar dengan tiga paket akan menimbulkan kerancuan dalam pembuatan laporan, karena item kebutuhan alat kesehatan instrument neurosurgery set seharusnya adalah dalam bentuk satu set utuh tidak terpisah-pisah, serta anggaran Rp. 375 juta itu juga sekaligus turunnya, tidak bertahap, jadi bentuk pengadaan yang harus dilakukan adalah satu paket bukan tiga paket.

2. Alat kesehatan instrument Neurosurgery Set merek Aesculap yang dipasok PT. B.Braun belum lengkap dan diduga tidak sesuai spesifikasi serta ada indikasi pemalsuan identitas asal usul barang , sebab alat kesehatan tersebut meskipun masih memakai merk Aesculap (merek Jerman) dan diedarkan oleh distributor resminya, PT.B.Braun Medical Indonesia,akan tetapi diduga alat kesehatan tersebut sudah tidak diproduksi lagi oleh pabrikan yang ada di Jerman, melainkan dibuat di Bayan Lepas Free Industrial Zone Penang, Malaysia (lihat peta lokasi). Sebagai informasi, bahwa sejak tahun 1972 sampai sekarang alat kesehatan instrument surgery merek Aesculap yang dipasarkan untuk wilayah regional Asia Pasifik, termasuk Indonesia tidak diproduksi lagi dipabrik asalnya di Jerman, melainkan diproduksi oleh pabrikan yang ada di Bayan Lepas Free Industrial Zone Penang, Malaysia. Dan oleh pemerintahan di Penang Malaysia, pabrikan tersebut dalam memproduksi alat kesehatan hingga finishingnya diwajibkan untuk menggunakan material dan komponen lokal.


Dengan demikian, terjawab sudah mengapa pihak distributor berani memberikan komisi yang demikian besarnya. Dengan memiliki pabrikan yang berada di Malaysia, serta menggunakan material dan komponen lokal, tentunya biaya produksinya bisa lebih rendah dibandingkan dengan biaya apabila produksinya dilakukan oleh pabrikan yang ada di Jerman yang sudah jelas diketahui dan tidak diragukan lagi jaminan kontrol kualitasnya.

Losari News Network mencoba menghubungi ibu Widya dan Muh. Akmar, akan tetapi keduanya sudah mengunci rapat-rapat mulutnya sehingga tak satupun informasi yang bisa dikorek dari mereka.
Bahkan pihak Rumah Sakit Stella Maris juga berusaha mengaburkan dan menghilangkan jejak-jejak yang masih berbekas dan menimbulkan indikasi KKN dalam pengadaan alat kesehatan instrument neurosurgery set tersebut. Salahsatu cara yang dilakukan adalah dengan merombak total jajaran direksi rumah sakit Stella Maris yang dianggap terlibat dalam kasus tersebut, diantaranya Direktur,dr. Victor dan Wakil direktur dr. Thomas diganti dengan utusan Yayasan Ratna Miriam dari luar kota Makassar. Sehingga dengan demikian diharapkan rantai informasi rumah sakit Stella Maris tentang kasus tersebut langsung terputus.

Bila demikian halnya apabila dibiarkan, maka bisa saja kasus ini menjadi semakin kabur dan akhirnya hilang tak berbekas, yang akhirnya hanya menimbulkan berbagai macam opini tentang konspirasi yang hanya dianggap rumor biasa saja, sehingga akhirnya lenyap tak berbekas. ANTI KORUPSI GANTUNG KORUPTOR (MRTN - Losari News Network)