Pembacaan Putusan terhadap Dugaan Pelanggaran Pasal 9 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan Pembagian Wilayah Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh Asosiasi Kontraktor listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan pemeriksaan dan telah menetapkan putusan terhadap perkara No. 53/KPPU-L/2008 yaitu dugaan pelanggaran terhadap Pasal 9 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999). Dugaan pelanggaran tersebut berkaitan dengan pembagian wilayah yang dilakukan oleh DPP AKLI, DPD AKLI Sulawesi Selatan, DPC AKLI Palopo, DPC AKLI Luwu Utara, DPC AKLI Luwu Timur, dan DPC AKLI Tana Toraja.
Majelis Komisi yang menangani perkara ini terdiri dari Yoyo Arifardhani, S.H., M.M., LL.M (Ketua), Prof. Dr. Ir. Ahmad Ramadhan Siregar, M.S. dan Dr. Anna Maria Tri Anggraini masing-masing sebagai anggota.
Perkara yang berawal dari adanya laporan ke KPPU dan telah melalui proses Pemeriksaan Pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2008 sampai dengan 25 September 2008, dilanjutkan hingga Pemeriksaan Lanjutan sampai dengan tanggal 30 Desember 2008. Berdasarkan hasil pemeriksaan, maka pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran dan ditetapkan sebagai Terlapor adalah sebagai berikut:
1. DPP AKLI (Terlapor I);
2. DPD AKLI Sulawesi Selatan (Terlapor II);
3. DPC AKLI Palopo (Terlapor III);
4. DPC AKLI Luwu Utara (Terlapor IV);
5. DPC AKLI Luwu Timur (Terlapor V); dan
6. DPC AKLI Tana Toraja (Terlapor VI).
1. Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa:
a. Tentang Identitas para Terlapor
Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI merupakan suatu asosiasi yang menaungi perusahaan-perusahaan kontraktor listrik yang saling bersaing dan memiliki orientasi profit di seluruh wilayah Indonesia;
b. Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI merupakan pelaku usaha berdasarkan Pasal 1 angka (5) UU No. 5/1999.
2. Tentang Pembagian Wilayah
a. Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI membagi wilayah kerja PJT melalui SP-PJT dengan tujuan untuk keselamatan dan keamanan instalasi, serta memberdayakan potensi sumber daya PJT setempat;
b. Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI membuat kesepakatan lintas batas bagi para anggotanya di kabupaten di wilayah kerja PLN Cabang Palopo;
c. Bahwa acuan yang digunakan Terlapor I bersama-sama dengan Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI dalam membagi wilayah kerja PJT adalah Bab V: Batas Wilayah Kerja Instalatir jo. Bab XII: Tanggung Jawab Instalatir Surat Keputusan Direksi Perum PLN No. 051/DIR/1980 tentang Ketentuan-ketentuan Keinstalatiran Listrik yang Berlaku di PLN.
Selama proses pemeriksaan ditemukan fakta-fakta antara lain sebagai berikut:
a. SBU diterbitkan oleh Terlapor I yang didalamnya tidak ada pembagian wilayah kerja badan usaha instalatir.
b. SP-PJT diterbitkan oleh Terlapor I yang didalamnya terdapat pembagian wilayah kerja PJT.
c. Terlapor I telah melampaui kewenangannya dalam melakukan pembagian wilayah kerja PJT, sebab yang menjadi anggota Terlapor I adalah badan usaha instalatir dan bukan PJT.
d. Pembagian wilayah kerja PJT dalam SP-PJT memiliki dasar hukum berupa Surat Keputusan Direksi Perum PLN Nomor 051/DIR/1980.
e. Terlapor II telah melampaui kewenangannya dalam menerbitkan Sertifikat Jaminan Instalatir (SJI), karena SJI merupakan hak dari badan usaha instalatir yang menjadi anggota Terlapor II.
f. Pada prakteknya pembagian wilayah kerja PJT di wilayah Sulawesi Selatan masih terjadi.
Menimbang bahwa sebagaimana tugas Komisi yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e Undang-undang No. 5 Tahun 1999, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Komisi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dan pihak terkait, sebagai berikut:
1. Memerintahkan Direktur Utama PT. PLN (Persero) untuk menghapuskan pembagian wilayah kerja Penanggung Jawab Teknik dalam Surat Keputusan Direktur Perusahaan Umum Listrik Negara Nomor 051/DIR/1980 tentang Ketentuan-ketentuan Keinstalatiran Listrik yang Berlaku di PLN;
2. Meminta Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) untuk memberikan kesempatan kepada asosiasi kontraktor listrik lainnya untuk dapat menerbitkan Sertifikat Badan Usaha (SBU) dan Surat Pengesahan Penanggung Jawab Teknik (SP-PJT);
3. Meminta Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) untuk mengevaluasi kebijakan pembagian wilayah kerja Penanggung Jawab Teknik oleh Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia (AKLI) yang berpotensi menghambat persaingan usaha di sektor jasa konstruksi dan instalasi listrik.
Sebelum memutuskan, Majelis Komisi mempertimbangkan hal sebagai berikut:
1. Bahwa selama dalam proses pemeriksaan, para Terlapor menunjukkan sikap dan tindakan yang kooperatif;
2. Bahwa dalam pemeriksaan lanjutan, Terlapor II menunjukkan itikad baik untuk menghapuskan pemberlakuan pembagian wilayah Penanggung Jawab Teknik di wilayah Sulawesi Selatan.
Berdasarkan alat bukti, fakta serta kesimpulan dan mengingat Pasal 43 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi memutuskan:
1. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 9 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;
2. Memerintahkan Terlapor I membatalkan perjanjian pembagian wilayah kerja Penanggung Jawab Teknik pada Surat Pengesahan Penanggung Jawab Teknik terhitung sejak dibacakannya putusan ini;
3. Memerintahkan Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI untuk tidak melaksanakan perjanjian pembagian wilayah kerja Penanggung Jawab Teknik terhitung sejak dibacakannya putusan ini.
Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap Perkara Nomor: 53/KPPU-L/2008 dilakukan oleh KPPU dengan prinsip independensi, yaitu tidak memihak siapapun karena peran KPPU sebagai pengemban amanat pengawasan terhadap pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 yang berusaha mewujudkan kepastian berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha dan menjamin persaingan usaha yang sehat dan efektif. Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Jumat, tanggal 13 Februari 2009 di Ruang Utama, Gedung KPPU Lt. 1, Jl. Ir. H. Juanda No. 36, Jakarta Pusat.
Jakarta, 13 Februari 2009
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Republik Indonesia
Keterangan Pasal:
� Pasal 9: �Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat�.





