
MAKASSAR, 5 Februari 2008 (Losari News Network)
Lembaga Transparance Internasioal- Indonesia (TII) melansir hasil survei 2008 tentang indeks suap 15 institusi publik di Indonesia. Hasil survei menunjukkan, polisi menempati rangking tertinggi terindikasi suap dengan angka 48 persen. Hasil survei TII juga melansir Makassar menempati rangking 18 dari 50 kota dengan indeks korupsi tertinggi.
Selain kepolisian, Bea Cukai merupakan lembaga dengan indeks suap tertinggi kedua dengan persentase 41 persen, disusul Imigrasi 34 persen, DLLAJR 33 persen, pemda/kota 33 persen, Badan Pertanahan Nasional 32 persen, Pelindo 30 persen, pengadilan 30 persen, Departemen Hukum dan HAM 21 persen, Angkasa Pura 21 persen, Kantor Pajak Daerah/Retribusi 17 perses, Departemen Kesehatan 15 persen, Kantor Pajak Negara 14 persen, BPOM 14 persen dan MUI 10 persen.
Deputi Sekretaris Jenderal Transparency Internasional Indonesia Rezki Sri Wibisono di Hotel Clarion, Rabu (4/2) mengatakan, metode survei indeks suap adalah dengan menggunakan skala numerik dalam bentuk persentase (0-100 persen). Hasil Formulasi rasio total jumlah hubungan antara responden dari pelaku bisnis dengan institusi publik dimana mereka dimintai uang masing-masing instansi.
Jumlah uang yang dibayarkan per satu transaksi yang terjadi suap ditanyakan kepada responden, kemudian dirata-rata untuk masing-masing institusi.
Selain Rezky hadir sebagai pembicara dalam dialog yang digelar di Hotel Clarion adalah Akademisi Unhas Alwi Rahman, Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Didie A Rahim dan Walikota Makassar terpilih Ilham Arief Sirajuddin.
Selain indeks suap, TII juga melansir rata-rata jumlah uang transaksi di masing-masing institusi. Meski intensitas indikasi suap di polisi tertinggi, namun indeks rata-rata uang transaksi terbilang kecil dibanding beberapa lembaga publik lainnya.
Rinciannya, polisi Rp 2,273,000, Bea Cukai Rp 3,272,000, Imigrasi Rp 2,807,000, DLLAJR Rp 1,543,000, Pemda Kota 4,219,000, Badan Pertanahan Nasional, 7,555,000, Pelindo Rp 2,578,000, Pengadilan Rp 102,412,000, Departemen Hukum dan HAM Rp 3,953,000, Angkasa Pura Rp 2,059,000, kantor Pajak Daerah/Retribusi Rp 4,709,000, Departemen Kesehatan Rp 5,744,000, Kantor Pajak Negera Rp 8,502,000, BPOM Rp 4,438,000 dan MUI Rp 1,678,000.
Selain itu, Transparency Internasional Indonesia (TII), juga melansir Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2008 dan indeks suap di 50 kota. Hasil survei, Yogyakarta kota terbersih dan Makassar berada di urutan 18.
"Dari 50 kota yang disurvei, Makassar mendapat skor 4,7 dan menempati urutan ke-18, nilainya dapat dibaca bahwa pelaku bisnis menilai pemerintah setempat belum cukup bersih dan serius dalam usahanya mencegah dan memberantas korupsi," kata Rezki Sri Wibowo.
Menurut Rezky, Makassar dipersepsikan masyarakat sebagai salah satu daerah yang kinerja dalam pemberantasan korupsinya belum baik.
Survei IPK ini dilakukan di 33 ibu kota provinsi di tambah 17 kota besar dengan menggunakan kuisioner dengan metode wawancara dan tatap muka. Total responden 3.841, sampel diambil dari tiga kelompok yaitu, pelaku bisnis 60% (2.371), pejabat publik 30% (1.074) serta tokoh masyarakat 10% 396).
Ia menambahkan, pengambilan sampel untuk pebisnis disesuaikan dengan seberapa besar kontribusi daerah tersebut dalam ekonomi Indonesia. Semakin besar kontribusi, sampel semakin banyak.
Sementara itu, Dedie A Rachim, Fungsional Madya Dep Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi positif hasil survei TII dan KPK memandang perlu untuk melakukan pengukuran korupsi dari berbagai macam sudut pandang yang melibatkan elemen masyarakat.
"Apa yang dilakukan TII telah menjadi salah satu acuan merumuskan langkah-langkah konkret KPK untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, memberantas korupsi di negeri ini," tandas Dedie.
Komentar Ilham Arif Sirajuddin
Makassar menempati peringkat ke-18 kota terkorup.
Ini dikarenakan masih maraknya kasus korupsi yang terjadi di instansi-instansi pemerintah di Makassar.
"Adanya hasil pengukuran sebagai input dari TII sangat membantu KPK dalam menyusun strategi pemberantasan korupsi. Sebab hasil pengukuran TII akan menjadi sumber informasi perumusan kebijakan terutama dalam pelaksanaan kegiatan pencegahan korupsi," terangnya.
Pakar Politik yang juga Walikota Makassar terpilih, Ir H Ilham Arif Sirajuddin yang juga menjadi salah satu pembicara mengatakan, angka korupsi di Indonesia khususnya di Makassar bisa dicegah dengan membuat rencana jangka panjang.
"Solusi dari korupsi itu sendiri adalah dengan membuat rencana jangka panjang. Seperti meningkatkan pendapatan masyarakat utamanya pegawai negeri sipil," katanya.
Saat ini, lanjut Ilham, pemerintah kota sebagai salah satu unsur penting di dalam pencegahan korupsi di Kota Makassar, senantiasa melakukan perbaikan.
"Pemerintah Kota sangat berterima kasih dengan adanya hasil survey yang dilakukan oleh TII tersebut sebab dengan hasil survey itu, pemkot yang saat ini sedang menuju perbaikan akan senantiasa terus melakukan perbaikan kedepan, apalagi dengan kehadiran KPK tentunya akan membuat seluruh elemen terus berbenah," ujarnya lagi.(Losari)





