Sabtu, Februari 28, 2009

Kasus Revitalisasi Karebosi Mulai disidik KPK – Minta BPK Audit Investigasi


MAKASSAR, 28 Februari 2009 ,Losari News Network -- Kasus revitalisasi Lapangan Karebosi yang telah dilaporkan lima lembaga ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki babak baru.Itu setelah KPK memulai melakukan penyelidikan terhadap kasus yang sempat diributkan sejumlah kalangan di kota ini.
Bahkan, KPK telah membuktikan keseriusannya mengusut tuntas kasus ini dengan mengirim surat ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia. KPK meminta BPK untuk melakukan audit investigasi terkait jumlah kerugian yang terjadi dalam proyek revitalisasi yang menelan anggaran miliaran rupiah tersebut.

Surat itu dikirimkan KPK ke BPK RI tertanggal 31 Januari 2008. Dalam surat itu, KPK meminta lembaga audit itu menginformasikan hasil audit investigasinya ke pimpinan KPK. Informasi langkah maju yang dilakukan KPK dalam kasus dugaan korupsi revitalisasi Lapangan Karebosi ini diterima Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abdul Mutthalib dalam surat bernomor R-4444/40/XII/2008 tertanggal 15 Desember. Surat itu sebagai bentuk tanggapan atas pengaduan masyarakat; LBH Makassar, LP Sibuk, LSM Perak, ICW, serta YLBHI.
Dalam surat yang ditandatangani Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK, Hardoyo Sudradjat itu, KPK menginformasikan bahwa sehubungan surat pengaduan No.Istimewa/IX/2008 tertanggal 9 September 2008 ke KPK, mereka menginformasikan bahwa atas pengaduan dengan materi sama, pimpinan KPK dengan surat R-2390/01/2008 tertanggal 31 Januari 2008 telah meminta BPK melakukan audit investigasi.

Direktur LBH Makassar, Abdul Mutthalib mengatakan, surat yang diterima itu menjadi bukti bahwa selama ini kasus tersebut tidak pernah didiamkan. Dia bersama para pelapor lainnya terus mengawal kasus ini.
"Inilah perkembangan terbaru yang ingin kami sampaikan ke masyarakat Makassar dan Sulsel pada umumnya. Bahwa pengaduan kami terkait revitalisasi Karebosi sudah direspons KPK. Bahkan sebelum kami melaporkan kasus ini, ternyata KPK sudah ada respons lebih dulu," beber Mutthalib.
Langkah KPK yang meminta BPK melakukan audit investigasi, menurut Mutthalib, juga merupakan langkah maju. "Saya kira ini perkembangan baik. Kita tinggal menunggu perkembangan selanjutnya dari proses penyelidikan KPK ini," katanya.

Sementara itu, Direktur LP Sibuk, Djusman AR mengatakan, mereka sengaja merilis penyampaian KPK ini sebagai bentuk pertanggungjawaban para pelapor ke publik. "Saat ini KPK sedang melakukan klarifikasi atas dugaan kerugian Rp 1,2 miliar dalam proyek revitalisasi yang ditemukan BPK pada 2007 lalu,” katanya.
Sebenarnya, kata dia, pemkot saat itu tidak dibenarkan mengeluarkan uang sebab interval waktu dengan revitalisasi sangat dekat. Menurut Djusman, langkah KPK meminta BPK melakukan audit investigasi bukanlah untuk mencari tahu apakah ada kerugian negara dalam proyek ini. Melainkan untuk mencari dugaan kerugian lain yang lebih besar. “Itu sesuai hasil konfirmasi kami ke KPK," beber Djusman.
Konfirmasi dari KPK ini sendiri, menurut Djusman, sebagai bukti dan jawaban atas kritikan yang kerap muncul selama ini. "Jadi ini bentuk pertanggungjawaban kami bahwa yang kami laporkan bukan isu dan tidak main-main," katanya.
Djusman berharap semua pihak menghargai proses penyelidikan KPK ini. "Kami tidak melapor orang, tapi dugaan korupsinya. Karena itu, kami meminta kepada pihak yang akan dimintai keterangan untuk memberikan keterangan yang benar sebagai seorang warga negara," katanya.
Saat melapor ke KPK, Djusman dan empat lembaga lainnya, mengatakan bahwa kasus Karebosi menjadi pertaruhan citra mereka. Makanya ia berharap jangan muncul prasangka lain dari laporan mereka ke KPK. Bagi Djusman, persoalan ini harus dilihat dalam perspektif hukum. Jangan dicampuradukkan dengan politik.

Menurutnya, dugaan tindak pidana korupsi pada revitalisasi sangat jelas. Ia menyebutkan, sesuai laporan ke KPK, upaya memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang menyebabkan kerugian negara atau masyarakat itu terjadi dalam mega proyek ini.
Itu didasarkan pada lampiran VII perjanjian kerjasama Nomor: 426.23//026/S.PERJA/EKBANG dan Nomor: 074/TPL/X/2007 antara pemerintah kota Makassar dengan PT Tosan Permai Lestari tentang bangun guna serah dalam rangka revitalisasi Lapangan Karebosi, tertanggal 11 Oktober 2007. Dalam lampiran itu dijelaskan tentang pembagian kontribusi sebagaimana dijelaskan dalam pasal 10 perjanjian tersebut tentang keuntungan yang diterima pemkot sebesar Rp 531.379.715.

Dalam jangka waktu 30 tahun dari total perhitungan hasil keuntungan dengan pengembang PT Tosan sebesar Rp 1.764.208.882.20. Dari hasil keuntungan ini sangat jelas nilai keuntungan pemkot hanya 30 persen.
"Sangat tidak rasional keuntungan yang diperoleh dengan jangka waktu selama 30 tahun. Dengan kata lain, persentase keuntungan dalam setahun rata-rata 10 jutaan hingga 20 jutaan," jelasnya ketika itu.
Kerja Sama Yang Merugikan Pemkot Makassar

Bagi hasil dari komersialisasi Lapangan Karebosi dinilai oleh staf pengajar STIE Patria Artha, Zainuddin Djaka, merugikan Pemkot Makassar. Perjanjian kerja sama dengan flat rate selama 30 tahun, kata dia, sangat tidak menguntungkan.Betapa tidak, pada tahun pertama (2008) Pemkot Makassar hanya menerima Rp 10,3 juta, 2009-2013 hanya Rp 12,9 juta, dan pada tahun ke-30 atau tahun 2037, Pemkot Makassar hanya menerima bagi hasil Rp 23 juta.
Menurut Djaka, bagi hasil sistem flat rate tersebut seharusnya tidak boleh ada dalam perjanjian kerja sama. "Seharusnya perjanjian itu hanya memuat persentase keuntungan per tahun," jelasnya.Pencantuman angka nilai bagi hasil seperti yang tertera dalam surat perjanjian tentang bangun guna serah dalam rangka revitalisasi karebosi itu seharusnya hanya dibuat dalam bentuk perjanjian kerja sama operasional.

Apalagi, kata dia, pengembang revitalisasi Karebosi diberi hak untuk pemasangan dan menarik retribusi iklan. Padahal, pada tempat umum, izin pemasangan dan penarikan retribusi iklan dilakukan oleh Pemkot Makassar untuk menjadi pendapatannya.

Kabag Hukum Pemkot Makassar , Trisnode : “Klausul itu Sudah Diubah”

Klausal perjanjian kontrak antara Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar dan PT Tosan Permai Lestari sempat menuai protes dan dipermasalahkan tim pengkajian Karebosi Pemprov Sulsel. Alasannya, klausul tersebut bertentangan dengan Pasal 29 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006.Dalam perjanjian kontrak Pemkot dan PT Tosan diatur, bahwa pihak pertama memberi hak kepada pihak kedua untuk mengelola dan menggunausahakan dengan pola bangun guna serah, serta memberi hak kepada pihak kedua untuk mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan hak atas bangunan.

Sementara dalam Pasal 29 Ayat 3 PPP Nomor 6 Tahun 2006 berbunyi, mitra bangun serah guna tidak boleh menjaminkan menggadaikan, atau memindahtangankan bangunan.

Namun, terkait pertentangan klausul tersebut, Kabag Hukum Pemkot Makassar, Trisnode mengelak, menurutnya, klausul yang ada di Pemprov tersebut adalah klausul yang sudah lama. Klausul di perjanjian kontrak tersebut kata Trisnode sudah diubah, khususnya pada bagian yang bertentangan dengan klausul permendagri.

"Klausal itu sudah diubah menyesuaikan dengan permendagri. Kalau tidak salah, masih jamannya Pak Ilham. Awalnya, memang ada konteks seperti itu, tapi ketika itu belum ada serah terima," ujar Trisnode.

Saat ini, kata Trisnode, sudah ada bagian dari proyek revitalisasi Karebosi yang diserahterimakan ke Pemkot Makassar, antara lain, lapangan dan panggung uapacara. Sementara Karebosi Link, lanjut Trisnode, jangka waktunya 30 tahun baru bisa pindah ke tangan Pemkot Makassar. (Losari News Network)