Sabtu, September 27, 2008

DULU TERSANGKA KORUPSI PDAM - SEKARANG CALON WALIKOTA MAKASSAR 2009-2014



Yang Teraniaya, Kini Calon Walikota Makassar

MAKASSAR--BM: Mantan anggota DPRD Kota Makassar, dan mantan Direktur Utama PDAM Kota Makassar, H. Ridwan Syahputra, 27 Januari 2008, resmi menjadi Calon Walikota Makassar yang diusung Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Maka kini, Ridwan yang merasa dirinya teraniaya dituduh korupsi tanpa bukti oleh Walikota H. Ilham Arief Siradjuddin dan oleh Badan Pengawas PDAM Kota Makassar, kini tampil menantang mantan bosnya untuk bertarung dalam Pilkada Walikota/Wakil Walikota Makassar, November 2008.

Menurut Ridwan, prioritas utama visi-misinya adalah kesejahteraan rakyat. “Karena menginginkan seluruh ralyat Makassar sejahtera, maka yang miskin itu harus kita angkat dari kemiskinannya. Pengentasan kemiskinan adalah prioritas saya!”, katanya.

Sebagai langkah awal ia akan mengupayakan agar warga Makassar memperoleh KTP dan kartu keluarga, serta Akta Kelahiran secara gratis. Ridwan mengeritik perkawinan massal sebagai “pameran kemiskinan”, dan karena itu, ia juga akan berupaya mensubsidi pembuatan Akta/Buku Nikah.

Bagi mantan Ketua Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia Perpamsi Pusat tersebut, sektor yang sangat terkait dengan kemiskinan adalah pendidikan. “Kebodohan identik dengan kemiskinan ! Kalau orang miskin itu pintar, maka ia pasti akan mampu melepaskan diri dari kemiskinan. Dan, karena itu sektor pendidikan akan menjadi pula prioritas utama kita, beserta sektor kesehatan dan pembangunan prasarana ekonomi,” demikian Ridwan.

Meski resmi diusung PPP, namun Ridwan masih butuh partai pendukung lain untuk mendapatkan dukungan 15 persen hasil Pemilu 2004. Tanpa dukungan 15 persen itu, ia tidak punya “kendaraan” untuk ikut berlomba dalam Pilkada Makassar. Maka di akhir Januari 2008, Ridwan Syahputra Musa Gani telah melamar dan mendaftarkan diri pada Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Makassar. Tapi, agaknya, Ridwan masih harus berburu partai lain lagi, sebab Ketua PAN Kota Makassar, H. Busrah Abdullah juga mau maju menjadi calon walikota peserta Pilkada Makassar 2008.

Tentang “penganiayaan” dan “perusakan nama baik” yang pernah ditimpakan kepada Ridwan Syahputra Musa Gani, DEMOS melaporkan sebagai berikut :

Tanggal 14 Juli 2006, sebuah LSM Komite Masyarakat Anti Korupsi (KEMAK) melaporkan H. Ridwan Syahputra Musagani kepada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan bahwa Ridwan dalam kedudukannya selaku Direktur Utama PDAM Kota Makassar melakukan tindak pidana korupsi. Merasa dirinya tidak bersalah, Ridwan melakukan perlawanan, pada 31 Juli 2006 ia membuat laporan tertulis kepada Kejati Sulsel yang berisi “klarifikasi dan tanggapan” atas laporan dan dugaan korupsi yang ditimpakan kepadanya.

Awal 2007 beberapa wartawan bertanya kepada putra mantan Bupati Pinrang (Sulawesi Selatan) tersebut, Apa sudah keluar Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Kepala Kejati Sulsel ? Mantan Dirut PDAM Makassar itu seraya tersenyum berkata : “Pertanyaan anda salah. Bagaimana bisa ada SP3 bila saya ini tidak pernah disidik. Sampai sejauh ini kejaksaan baru sampai pada tingkat penyelidikan, dan sudah berakhir di situ. Tidak cukup bukti untuk meneruskan kasus PDAM di era saya tersebut ke jenjang penyidikan, apalagi penuntutan ke pengadilan !”

Memang Kajati Sulsel, waktu itu Masyhudi Ridwan pada akhir Desember 2006 menegaskan pada pers, bahwa kasus Ridwan Syahputra Musagani dalam posisi selaku Dirut PDAM Makassar tidak dapat dilanjutkan ke jenjang penyidikan. Sebab, tidak cukup bukti dan tidak ada saksi memberatkan. Yang banyak justru barang bukti dan saksi yang meringankan dan memperkuat Ridwan.

Sementara dari kalangan Pemkot Makassar mendengar kasus PDAM berakhir hanya sampai di tingkat penyidikan, nampaknya tetap berusaha meneruskan kasus ini sampai ke pengadilan, Menanggapi hal itu, Ridwan dengan hati-hati berkata, “Silakan saja, asal jangan sampai dengan sengaja menghilangklan “bukti kas” yang ada pada PDAM Makassar. Ingat, selain telah diperiksa kejaksaan, bukti-bukti kas itu telah berkali-kali diperiksa BPKP, sehingga pasti ketahuan bila sengaja dihilangkan. Masalahnya, saya bukan lagi dirut, sehingga saya tidak punya kewenangan lagi terhadap bukti-bukti kas yang ada” tuturnya.

Ridwan mulai menjabat Dirut PDAM Makassar pada Februari 2001, kemudian dilantik lagi para periode kedua tahun 2005. Setahun kemudian, setelah ia dilaporkan oleh KMAK ke Kejati, ia pun “dipecat” sebagai Dirut PDAM Makassar oleh Walikota Makassar, H. Ilham Arief Siradjuddin karena dinilai merugikan PDAM Kota Makassar. Padahal masa jabatannya seharusnya berakhir pada tahun 2009.

“Sebenarnya saya bisa menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara surat keputusan pemecatan saya itu. Sebab saya ‘kan tidak pernah divonnis bersalah oleh pengadilan, dan tidak ada bukti saya merugikan perusahaan. Namun, saya tidak menuntut atau menggugat, sebab saya tidak mau dinilai masyarakat gila jabatan atau ambisi kedudukan. Apa lagi beberapa teman membisiki saya, bahwa pemecatan saya ada kaitannya dengan maneuver DPC Partai Persatuan Pembangunan Kota Makassar yang hendak mencalonkan saya sebagai WALIKOTA MAKASSAR pada periode mendatang untuk menggantikan Ilham Arief Siradjuddin,” papar pria kelahiran kota Makassar tanggal 30 Nopember 1960 tersebut.

Sarjana teknik alumnus Universitas Hasanuddin tahun 1986 tersebut bertanya : “Apa saya merugikan PDAM Kota Makassar dengan data-data seperti ini :

Ketika saya mula menjabat dirut, jumlah pelanggan PDAM Makassar sekitar 67.000 rumah tangga. Ketika saya berhenti, posisi menunjukkan pelanggan kami 130.000 keluarga. Saya start dengan pendapatan (kotor) Rp 2 milyar per bulan. Pada saat saya meninggalkan kursi dirut, pendapatan PDAM Kota Makassar mencapai angka Rp 11 milyar per bulan.

Bahwa SK Pemecatan saya mengatakan saya merugikan PDAM masih dapat dilanjutkan pertanyaannya, bahwa selama saya menjadi direktur utama saya tidak pernah menambah hutang PDAM, bahkan saya justru membayar hutang-hutang PDAM Kota Makassar sesuai kemampuan, maksud saya sepanjang tidak menghalangi kelancaran operasional perusahaan.”

Pada wal 2006, yakni sebelum sebelum KMAK melaporkan Ridwan ke kejaksaan, Walikota Makassar selaku owner PDAM Kota Makassar mengangkat Ketua KMAK, Bastian Lubis menjadi salah seorang anggota Dewan Pengawas PDAM Kota Makassar. Lalu pada Juli 2006, masuklah laporan Bastian Lubis ke Kejati Sulsel bahwa Ridwan melakukan korupsi. Sekilas pandang, memang seperti ada rekayasa memasukkan Bastian ke PDAM untuk mencari-cari kesalahan Ridwan, lalu melaporkannya ke kejaksaan. Yang melaporkan Ridwa ke jaksa, bukanlah PDAM sebagai suatu lembaga dan bukan pula Walikota atau Pemkot Makassar yang mengadukan Ridwan ke yang berwajib, melainkan Bastian Lubis dengan “mengendarai” KMAK.

Nah apa sekarang Ridwan hendak menuntut balik kepada KMAK ? “Saya belum sempat berpikir ke sana, masih banyak masalah lain yang membebani benak saya,” katanya.

Antara 1992 – 1999 Ridwan Syahputra Musagani menjadi anggota DPRD Kota Makassar dari Fraksi Karya Pembangunan. Aktivis Golkar Kota Makassar itu kemudian menjadi anggota Badan Pengawas PDAM Kota Makassar tahun 2000 selama satu tahun. Pada Februari 2001, Walikota Makassar H. Baso Amiruddin Maula mengangkatnya selaku Direktur Utama PDAM Kota Makassar.

Walikota Baso Amiruddin Maula dan Ridwan pernah sama-sama menghadiri Seminar Ozwater di Perth, Australia (2003). Dan Walikota dengan terus terang berkata padanya :” Saya bangga padamu Ridwan !” Karena waktu itu, selain Ridwan menjadi pembicara utama, ia juga menjadi Chief Dimission of South East Asia Water Utility Network (SEAWUN) at Austrade Water Utility Conference in Australia.

Kalau Ridwan tidak cerdas, tidak mungkin ia terpilih sebagai Presiden/Ketua Umum Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) pada tahun 2002, dan terpilih lagi pada tahun 2005. Seharusnya jabatan Ketua Umum Perpamsi itu berakhir tahun 2009, namun karena ia “dipecat” tahun 2006, maka ia harus menanggalkan jabatan non-profit tersebut.

Ridwan adalah anak tentara, ia putra sulung (alm) Kolonel Inf Musagani. Dan, karena itu ia pun menjadi anggota FKPPI di mana ia sempat menjadi Ketua FKPPI Kota Makassar (1989 – 1991) dan Wakil Ketua PD FKPPI Sulsel (1991 – 1994). Di bidang kegiatan organisasi olahraga, Ridwan menjadi Ketua Umum PODSI (dayung) Kota Makassar (2002 – 2006), serta Ketua Umum Pengurus Cabang Perbakin (menembak) Kota Makassar (2005 – 2010.

Sejak berdirinya PAM atau PDAM Kota Makassar hingga saat ini, Ridwan-lah satu-satunya direktur utama yang profesional, yaitu bukan pegawai negeri sipil. Semua dirut sebelum dan sesudahnya adalah PNS.

Ditanya apa program hidupnya saat ini, dengan singkat ia menjawab : “Rehabilitasi nama baik ! Ketika KMAK melaporkan saya ke kejaksaan, semua media di Makassar, cetak dan elektronik menista saya, bahwa saya ini adalah koruptor kelas kakap. Tapi, walau Kajati Sulsel (waktu itu) Masyhudi Ridwan telah ngomong kepada pers bahwa kasus saya tidak dapat dilanjutkan ke tingkat penyidikan – apalagi ke pengadilan, namun saya masih menunggu surat resmi dari Kajati Sulsel bahwa penyelidikan terhadap saya telah ditutup.” Fahmy Myala (wartawan tinggal di Makassar).