Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan pemeriksaan dan telah menetapkan putusan terhadap perkara No. 22/KPPU-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran terhadap Pasal 17 ayat (1), Pasal 19 huruf (a), serta Pasal 25 ayat (1) huruf (c) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999). Dugaan pelanggaran tersebut berkaitan dengan monopoli jasa pelayanan kargo di Bandara Hasanuddin Makassar-Sulawesi Selatan.
Majelis komisi yang menangani perkara ini terdiri dari Dr. Sukarmi, S.H., M.H., (Ketua), Erwin Syahril, S.H., dan Prof. Dr. Tresna P. Soemardi, S.E., M.S., masing-masing sebagai anggota. Hasilnya, PT Angkasa Pura I melanggar Pasal 17 ayat 1 UU No. 5/1999 dan dikenakan kewajiban membayar denda sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Perkara ini muncul setelah KPPU menerima laporan tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap UU No. 5/1999 berkaitan dengan monopoli jasa kargo di Bandara Hasanuddin Makassar-Sulawesi Selatan. Pelanggaran terhadap UU No.5/1999 tersebut dilakukan oleh PT Angkasa Pura I (Persero) (selanjutnya disebut ?PT AP I?).
Pemeriksaan Pendahuluan telah dilakukan pada tanggal 25 September 2007 ? 5 November 2007, dilanjutkan Pemeriksaan Lanjutan sampai dengan 20 Februari 2008, dengan Dr. Sukarmi, S.H., M.H., sebagai Ketua Tim Pemeriksa, Erwin Syahril, S.H., dan Ir. Dedie S. Martadisastra, S.E., M.M., masing-masing sebagai anggota Tim Pemeriksa. Dalam proses pemeriksaan, ditemukan fakta bahwa PT AP I memiliki kewenangan untuk memonopoli pengelolaan jasa pelayanan kargo di setiap bandara di bawah naungan PT AP I. Selanjutnya, PT AP I membentuk Strategic Unit Business (SBU) yaitu Speed and Secure (SSC) Warehousing untuk mengelola jasa pelayanan kargo di Bandara Hasanuddin, Makassar Sulawesi Selatan. SBU didirikan PT AP I dengan tujuan menambah sumber pendapatan PT AP I.
Fakta lain yang ditemukan dalam proses pemeriksaan adalah seluruh pengguna jasa SSC Warehousing tidak puas akan pelayanan dan keamanan yang diberikan oleh SSC Warehousing. Para EMPU (Ekspedisi Muatan Pesawat Udara) dan PT POS Indonesia juga diwajibkan membayar jasa pelayanan SSC Warehousing, namun baik EMPU dan PT POS Indonesia tidak mendapatkan nilai tambah (value added) dari pelayanan SSC Warehousing.
Ditemukan pula fakta bahwa SSC Warehousing pada tahun 2005 hingga tahun 2007 membukukan tingkat keuntungan yang tinggi dan pada tahun 2007 memiliki Return on Investment (ROI) dan Return On Equity (ROE) yang sangat besar, namun pendapatan yang begitu besar tidak sebanding dengan mutu pelayanan dan jaminan keamanan yang diberikan oleh pihak SSC Warehousing.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang disampaikan Tim Pemeriksa, Majelis Komisi menilai sebagai berikut:
Bahwa dengan peraturan perundangan yang ada, PT AP I berhak untuk memonopoli jasa pelayanan kargo di Bandara Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan.
Bahwa PT AP I melalui SSC Warehousing berkaitan dengan pelayanan kargo di Bandara Hasanuddin Makassar tidak memberikan pelayanan dan keamanan yang sesuai dengan tarif yang dikenakan kepada pengguna jasa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahwa PT AP I melalui SSC Warehousing menikmati tingkat keuntungan yang tinggi namun tidak diimbangi dengan pelayanan yang baik sehingga SSC Warehousing tidak memberikan nilai tambah kepada pengguna jasanya.
Bahwa beroperasinya SSC Warehousing hanyalah salah satu strategi PT AP I untuk menambah keuntungan perseroan, namun mengabaikan pelayanan dan tanggung jawab keamanan dan keselamatan penerbangan sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan tugas yang dimiliki, KPPU melalui Majelis Komisi memberikan saran dan pertimbangan sebagai berikut, yaitu:
Administrator Bandara Hasanuddin lebih meningkatkan pengawasan di Bandara Hasanuddin umumnya dan khususnya di wilayah terminal kargo sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Bahwa perlu adanya koordinasi antara Departemen Perhubungan dan Kementrian BUMN mengenai pelayanan kebandarudaraan dan kewajiban PT AP I dalam mencari keuntungan.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan penilaian diatas, Majelis Komisi memutuskan:
Menyatakan PT AP I secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 Ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
Menyatakan PT AP I secara sah dan meyakinkan tidak melanggar Pasal 19 huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
Menyatakan PT AP I secara sah dan meyakinkan tidak melanggar Pasal 25 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
Memerintahkan PT AP I untuk meningkatkan pelayanan dan keamanan dalam jasa pelayanan kargo di Bandara Hasanuddin Makassar selambat-lambatnya 1 (satu) bulan semenjak keputusan ini memiliki kekuatan hukum tetap.
Memerintahkan PT AP I untuk menghitung ulang kembali tarif jasa pelayanan kargo sesuai dengan harga tingkat keuntungan yang wajar.
Memerintahkan PT AP I membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang disetor Kas Negara sebagai setoran pendapatan dengan pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha)
Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkara No. 22/KPPU-L/2007 dilakukan oleh KPPU dengan prinsip independensi, yaitu tidak memihak siapapun karena peran KPPU sebagai pengemban amanat pengawasan terhadap pelaksanaan UU No. 5/1999 yang berusaha mewujudkan kepastian berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha dan menjamin persaingan usaha yang sehat dan efektif. Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 22 Mei 2008 di Ruang Utama, Gedung KPPU Lt.1, Jl. Ir. H. Juanda No.36, Jakarta Pusat.
Jakarta, 22 Mei 2008Komisi Pengawas Persangan Usaha Republik Indonesia
Keterangan Pasal :
Pasal 17 :(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 19: Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri atau bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:(a) menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
Pasal 25: (1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:(c) menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesainguntuk memasuki pasar bersangkutan.





