Palu, 25 Mei 2009, Losari News Network -- Proyek pengadaan empat unit genzet di kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tengah Tahun Anggaran 2008 yang dikerjakan CV Popula Jaya Mandiri diduga fiktif dan sangat bermasalah karena hingga saat ini (tahun 2009) belum terealisasi sehingga menjadi perhatian sejumlah aktivis non government organization (NGO) di daerah ini. Dua di antara aktivis NGO itu adalah Agus Darwis dan Moh. Syafri Laupa.
Ketika dihubungi secara terpisah kemarin, keduanya menegaskan proyek pengadaan genzet di BPS Sulteng sarat dengan muatan KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme), yang berpotensi melahirkan praktik korupsi. Karena itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng dan Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng diminta secepatnya mengusut masalah tersebut, tanpa harus menunggu laporan masyarakat.
Koordinator Divisi Advokasi Lembaga Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPS-HAM) Sulteng, Agus Darwis, menegaskan, dugaan masalah pengadaan genzet ini harus diungkap dan diproses secara hukum. Siapa pun yang diduga terlibat harus dimintai pertanggungjawaban, baik kontraktor pelaksana, pejabat pembuat komitmen maupun kuasa pengguna anggaran (KPA) atau pengguna anggaran di instansi tersebut.
Dugaan kasus ini tidak akan mungkin terjadi, bila tidak ada dugaan kolusi antara penyedia jasa (kontraktor) dan pengguna jasa (BPS,red). Indikasi kolusi, kata Agus dapat dilihat dari pencairan 100 persen anggaran proyek sementara pada saat bersamaan realisasi fisik pengadaan empat mesin genzet masih nol persen. “Anggaran proyek belum bisa dicairkan 100 persen, jika barang yang diadakan belum ada,” ungkap Agus.
Agus menduga kontraktor, PPK dan KPA memanipulasi laporan realisasi pekerjaan guna mencairkan anggaran proyek dari Kantor Perbendaharaan Negara (KPN) Palu. “Sebab KPN dipastikan tidak akan mencairkan 100 persen dana proyek itu bila realisasi fisiknya masih nol persen,” sorot Agus.
Dihubungi secara terpisah Moh. Syafri Laupa menegaskan proyek pengadaan genzet di kantor BPS Sulteng sangat berpotensi merugikan keuangan negara. Karena, pertengahan triwulan II tahun 2009 empat mesin genzet ini belum ada, sementara anggarannya sudah dicairkan 100 persen. Ini merupakan masalah yang terjadi secara sistemik, di mana hampir semua yang terkait dengan proyek ini terlibat, mulai dari kontraktor, PPK hingga KPA.
Syafri menilai PPK dan KPA sangat gegabah sehingga berani mentransfer 100 persen dana proyek ke rekening kontraktor. Mestinya langkah itu tidak mereka lakukan sebelum kontraktor memenuhi tanggung jawabnya untuk merealisasikan pengadaan barang. Tetapi mungkin karena adanya konsesi tertentu, sehingga dana itu tetap dicairkan 100 persen.
Syafri menilai pengadaan genzet ini masuk dalam kategori dugaan kasus yang mudah, karena modus operandinya sangat sederhana. Karena itu Syafri menilai Polda Sulteng atau Kejati Sulteng tidak akan mengalami kesulitan untuk mengusut dugaan kasus ini. Walau demikian kata Syafri semuanya berpulang pada komitmen.
“Yah kalau kita komitmen memberantas korupsi, biar kasusnya sulit sekalipun tetap bisa diungkap begitupula sebaliknya. Namun, saya melihat Kejati dan Polda tetap memiliki komitmen yang kuat untuk mengusut kasus korupsi, walaupun kadang prosesnya lambat,” pungkas Syafri.
Perlu diketahui bahwa proyek pengadaan empat unit mesin genset di kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Sulteng Tahun Anggaran 2008 diduga kuat fiktif. Anggaran proyek ini sebesar Rp190 juta yang dialokasikan pada tahun anggaran 2008, dengan kontraktor pelaksana adalah CV Popula Jaya Mandiri, anggota Asosiasi Kelistrikan Elektrikal dan Mekanikal Indonesia (Akli) Sulteng.
Kontrak kerja pengadaan barang (genset) ini berakhir 16 Desember 2008. Namun, hingga saat ini tahun 2009 proyek itu tidak bisa direalisasikan kontraktor dan diduga anggaran proyek ini telah dicairkan 100 persen dan semuanya sudah digunakan kontraktor.
Saat dicoba dikonfirmasi, Udin Laula selaku Direktur CV Popula Jaya Mandiri, tidak dapat dihubungi dikantornya ataupun dikediamannya.(JB-Losari News Network)





