Minggu, Mei 03, 2009

Anggota KPU Sulawesi Selatan Dituduh Terima Suap Rp.1,750 milyar dari Calon Legislatif Partai Gerindra

Ada indikasi motif suap untuk meloloskan Calon Legislatif Partai Gerindra menjadi Anggota DPR-RI dan DPRD Sulawesi Selatan.

Makassar, 3 Mei 2009, Losari News Network – Aliansi partai politik se Sulawesi Selatan melalui pimpinannya, Abdul Razak Nurdin, pada 1 Mei 2009 melaporkan kepada Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) dengan membuat Surat Pernyataan tentang adanya dugaan bahwa anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Selatan menerima suap (pungutan liar) dari dua orang calon legislatif (CALEG) Partai Gerindra, yaitu:

  1. Caleg untuk DPR-RI Dapil 1, dengan nomor urut 2, Muhammad Haris Indra,yang juga Ketua DPP Bidang Politik Luar Negeri Partai Gerindra sekaligus Koordinator Wilayah (Korwil) Sulawesi Selatan

  2. Caleg untuk DPRD Sulawesi Selatan Dapil 1 nomor urut 1, Ir. H.Abdul Chalik Suang,yang juga merupakan Ketua DPD Gerindra Sulawesi Selatan

Sebelumnya Aliasi Partai Politik telah bertemu dengan mantan Ketua Panwaslu Sulawesi Selatan,Prof.Dr.Aswanto, dan melaporkan dugaan suap tersebut, kemudian oleh Aswanto disarankan untuk melaporkan dugaan suap kepada Komite Pemantau Legislatif Sulawesi Selatan.


Aliansi partai politik saat itu diterima oleh Koordinator Kopel Sulawesi, Syamsuddin Alimsyah, Koordinator Kopel Makassar, Anwar Razak serta Koordinator Program Kopel Sulawesi, Herman.


Jumlah besaran rupiah dana suap yang diduga diterima anggota KPU Sulawesi Selatan adalah sebesar Rp. 1,750 milyar. Diduga transaksi suap tersebut dilakukan di Jakarta.


Adapun yang dituding menerima suap adalah anggota KPU Sulawesi Selatan, Ziaur Rahman Mustari S.Sos, dimana dugaan suap itu terkait dengan upaya anggota KPU Sulawesi Selatan untuk membantu memuluskan jalan agar kedua calon legislatif dari Partai Gerindra itu dapat lolos ke parlemen, DPR-RI dan DPRD-Sulawesi Selatan.


Terkait laporan Aliansi Partai Se Sulawesi Selatan terkait dugaan suap tersebut, Koordinator Komite Pemantau Legislatif Sulawesi, Syamsuddin Alimsyah menyatakan, jika benar dugaan suap tersebut terjadi, tentunya oknum itu telah menodai lembaga penyelenggara Pemilu, apalagi dengan nilai mencapai milyaran rupiah.


Karena itu, Syamsuddin Alimsyah meminta agar pimpinan KPU Sulawesi Selatan merespon dan menyikapi secara gentlemen.


“Bahkan sebaiknya pipmpinan KPU Sulawesi Selatan membentuk tim pencari fakta (TPF). TPF tersebut sebaiknya bukan dari dalam KPU Sulawesi Selatan, melainkan dari luar. Sebab, jika TPF dari dalam KPU sendiri tentunya hasil akhir yang diperoleh tidak maksimal” kata Syamsuddin Alimsyah.


“KPU harus menjelaskan kepublik, jika tak ada respons, publik nantinya akan mengira bahwa hal tersebut benar.” Tandas Syamsuddin Alimsyah.


Anggota KPU Sulawesi Selatan Ziaur Rahman Mustari S.Sos,yang juga menjabat sebagai Ketua Divisi Teknis Penyelenggara Pemilu KPU Sulawesi Selatan,saat dikonfirmasi Losari News Network membantah tentang adanya dugaan suap tersebut, bahkan ia mengaku tidak mungkin menerima suap tersebut, karena tindakan tersebut adalah perbuatan melawan hukum.


“Tidak mungkin ada hal seperti itu. Itu tidak benar,” ujar Ziaur Rahman di gedung KPU Sulawesi Selatan. Lanjut Ziaur Rahman mengemukakan, bahwa dimasa-masa perhitungan suara saat ini, tentunya ada yang merasa puas dan tidak puas. Karena itu, Ziaur Rahman Mustari, yang juga menjabat sebagai ketua Pokja Pendaftaran Calon Legislatif dan Rekapitulasi KPU Sulawesi Selatan,mempersilahkan Aliansi Partai Politik agar melaporkan dugaan suap tersebut ke jalur hukum.


“Mereka harus mengedepankan azas praduga tak bersalah. Sebab jika tidak terbukti, tentunya saya akan melapor balik. Sebab apa yang telah dituduhkan , bukan saja telah melecehkan diri secara pribadi, melainkan juga melecehkan KPU secara institusi.” tegas Ziaur Rahman.


Anggota KPU Sulawesi Selatan, Lomba Sultan,mengatakan bahwa KPU Sulawesi Selatan telah membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mengusut dugaan praktik kecurangan yang dilakukan penyelenggara Pemilu. “Tim ini akan bekerja mengumpulkan data dalam mencari bukti-bukti pelanggaran. Dan diharapkan tim ini bisa bekerja maksimal dalam waktu yang tidak lama.” kata Lomba Sultan.


Hanya saja pembentukan TPF oleh KPU Sulawesi Selatan dikritik oleh Aliansi Partai Politik Sulawesi Selatan, karena anggotanya dari unsur internal KPU sendiri, sehingga diduga hasilnya kerja TPF ini diduga tidak obyektif.


Prof. Dr. Aswanto :” Copot Anggota KPU Yang Bermain Curang”


Munculnya indikasi dan dugaan kecurangan yang diduga dilakukan oleh anggota KPU dalam proses pelaksanaan Pemilu dan penghitungan suara tentunya sangat menodai pelaksanaan Pemilu yang diharapkan jujur dan adil serta transparan dan tentunya mencoreng citra KPU sendiri sebagai lembaga pelaksana Pemilu.


Dengan tertangkapnya salah seorang anggota KPU Kota Palopo beberapa waktu lalu yang diduga telah “IKUT BERMAIN” dalam Pemilu Legislatif 2009 semakin menguatkan indikasi kecurangan yang dilakukan oleh anggota KPU.


Sebelumnya Kepolisian Resor Kota Palopo, Sulawesi Selatan, telah menetapkan Maksum Rumi, anggota KPU Palopo, sebagai tersangka dalam kasus penggelembungan suara Pemilu legislatif2009. Kapolres Palopo, Ajun Komisaris Besar Mustaring mengatakan penangkapan Maksum merupakan pengembangan pemeriksaan terhadap Ketua Panitia Pemiliha Kecamatan Wara Timur kota Palopo, Awaluddin, yang telah ditetapkan sebagai tersangka sehari sebelumnya dan telah ditahan. Dalam pemeriksaan itu, Awaluddin mengaku sebagai eksekutor perubahan suara seorang caleg Partai Bintang Reformasi (PBR) atas perintah MaksumRumi.


Mantan Ketua Panwaslu Sulawesi Selatan, Prof.Dr. Aswanto meminta agar anggota KPU yang nakal dan "Ikut Bermain" tersebut langsung dicopot dari jabatannya.


Banyaknya KPU Kabupaten dan Kota yang terlambat melakukan rekapitulasi suara, kata Aswanto, adalah salah satu indikasi bahwa ada yang tidak beres. Manipulasi dalam proses rekap suara sudah bukan rahasia lagi, ungkap Aswanto


“Apalagi sistem suara terbanyak yang digunakan pada Pemilu 2009 ini membuka kesempatan untuk manipulasi suara. Bukan hanya manipulasi suara antar partai, tetapi juga dinternal patai politik” kata Prof.Dr. Aswanto.


Perlu diketahui, bahwa di Sulawesi Selatan, hampir seluruh KPU Kabupaten dan Kota terlambat menyelesaikan rekap suara hasil Pemilu Legislatif 2009.


Kecuali Kabupaten Selayar, meskipun wilayahnya terdiri atas pulau-pulau kecil, akan tetapi ternyata Kabupaten Selayar mampu menyelesaikan rekap suara tepat waktu.


Makanya Prof.Dr.Aswanto curiga terjadi permainan dalam proses rekap pada beberapa Kabupaten dan Kota, karena umumnya Kabupaten dan Kota yang telat menyelesaikan rekap suara mengalami hal yang sama, yaitu bermasaalah pada proses rekap suaranya, baik ditingkat PPK ataupun ditngkat Kabupaten dan Kota, seperti yang terjadi di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan, berdasarkan temuan saksi dan Panwaslu diduga ada indikasi pengelembungan suara setelah proses rekap di KPU Kabupaten Pangkep.


Menurut Prof,Dr.Aswanto, jadwal rekap yang dikeluarkan KPU pasti sudah diperhitungkan waktunya. KPU memang semestinya sudah melakukan simulasi sebelum menetapkan jadwal itu. Kenyataannya, di Sulawesi Selatan, hanya ada satu KPU, yaitu KPU Kabupaten Selayar yang mampu menepati jadwal tersebut.


Kualitas SDM anggota KPU dan penyelenggara Pemilu lainnya juga disoroti oleh Prof. Dr. Aswanto. Dia menduga rekrutmennya juga bermasalah sehingga orang-orang yang terpilih tidak memiliki kapasitas yang cukup. Padahal track record calon anggota KPU wajib menjadi rujukan.


Disamping itu ada faktor eksternal yang membuat Pemilu tidak beres. Prof. Dr. Aswanto memberi contoh khusus untuk Kabupaten Bone dan Gowa.


Proses rekap suara pada kedua kabupaten ini, kata Aswanto, selalu terlambat. Bukan hanya pada Pemilu Legislatif 2009, tetapi juga terjadi pada Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan tahun lalu.


“Bone dan Gowa ada pengalaman selalu diintervensi oleh oknum tertentu. Nah, jangan-jangan keterlambatan rekap di kedua kabupaten itu disebabkan karena didikte oleh oknum tertentu lagi. Padahal, ita berharap KPU bersikap profesional.” Kata Prof. Dr. Aswanto.


Menurut Prof. Dr. Aswanto, banyak petugas PPK yang sudah “terbeli”. Orang yang sudah berkali-kali menjadi petugas PPK, sangat rentan dipengaruhi oleh pihak tertentu.”ungkap Aswanto.


Prof. Dr. Aswanto menduga keterlambatan rekap di kota Makassar diakibatkan permainan oleh oknum petugas PPK.


Panwaslu sendiri sudah mengirim rekomendasi ke KPU Sulawesi Selatan sebagai respon atas berbagai masalah dalam proses rekap.


Panwaslu meminta agar rekap suara untuk daerah yang bermasalah agar ditunda sebelum masalahnya beres.


Anggota KPU Sulawesi Selatan, Ziaur Rahman Mustari, mengatakan siap menjalan rekomendasi Panwaslu, termasuk desakan untuk pembentukan dewan kehormatan.(SAV– Losari News Network)